Jumat, 17 Februari 2012

EPISTEMOLOGI ISLAM


A.    Pendahuluan
Salah satu keistimewaan Islam adalah sikapnya terhadap akal dan menghargai dinamikanya dalam pencapaian ilmu pengetahuan. Manusia yang diciptakan oleh Allah swt mempunyai keistimewaan dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain. Manusia diciptakan begitu sempurna, yaitu dilengkapi dengan daya berpikir, dan dengan daya itu pula manusia dapat meningkatkan kualitas kehidupannya. Berpikir adalah aktivitas berdialog dengan diri sendiri dan dengan manifestasinya, yaitu mempertimbangkan, merenungkan, menganalisis, menunjukkan alasan-alasan, membuktikan sesuatu, menggolong-golongkan, membanding-bandingkan, menarik kesimpulan, meneliti suatu jalan pikiran, mencari kualitas dan lain sebagainya.
Pikiran mempunyai potensi untuk berkembang,merenung, menganalisa dan menyingkap misteri yang tersembunyi tanpa adanya ikatan yang membelenggu, sesuai dengan apa yang diinginkan. Di samping ketinggian ajaran Islam yang datang dari sisi Allah dan apa-apa yang datang dari sisi Allah selalu benar. Maka sesungguhnya, penghargaan Islam terhadap akal, juga merupakan salah satu aspek yang menjadikan Islam itu benar mempunyai ketinggian.
Oleh karena itu, pengetahuan adalah merupakan salah satu tujuan akal, meskipun bukan tujuan paling mendasar. Akibat dari kerja akal, akhirnya manusia tidak pernah berhenti untuk berpikir dalam menginterprestasikan suatu objek, sehingga berdirilah arus-arus filsafat yang berbeda-beda juga.
Agar manusia tidak sesat menggunakan energi akalnya dalam memperoleh pengetahuan, maka Allah swt menurunkan wahyu sebagai sumber yang paling valid untuk dijadikan sebagai penjaga dan pengarah kebebasan akal. Sehingga meskipun manusia berpikir luar biasa, namun dia akan tetap kembali kepada pengakuan kekuasaan Tuhan.
Upaya untuk memperoleh pengetahuan disebut dengan epistemology. Kata epistemologi berasal dari kata bahasa Yunani, yaitu episteme yang berarti knowledge atau pengetahuan dan logy yang berarti theory.[1] Dengan demikian epistemologi berarti teori pengetahuan ( theory of knowledge ). Secara etimologi, epistemologi dimaksudkan sebagai filsafat pengetahuan yang berusaha mencari, mempelajari, melacak dan menentukan kodrat dan skope pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasarnya serta pertanggungjawabannya atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimilikinya.
Lantas dalam memperoleh pengetahuan tersebut, berbagai refleksi epistemologi telah mengkaji hakekat pengetahuan manusia. Namun , agaknya ada sebuah pertanyaan praepistemik yang mendasar, yaitu mengenai hubungan antara pengetahuan dan pemilik penetahuan yang akut dan seakan tak pernah terselesaikan. Meskipun telah bermunculan bermacam-macam teori-teori filsafat, seperti teori filsafat fenomenologi Husserl.[2]
Oleh karena itu, menurut penulis, sangat perlu rasanya untuk mendiskusikan hal ini, agar epistemologi Barat tidak membuat distorsi[3] terhadap pemahaman kita tentang epistemologi Islam. Mengapa demikian, karena sebenarnya, ada perbedaan yang cukup fundamental antara teori ilmu pengetahuan Barat dengan teori ilmu pengetahuan Islam. Perbedaan itu perlu dijelaskan, supaya tidak terjadi kekaburan dan kesalahpahaman yang mendalam terhadap keduanya.
Lantas, apa yang dimaksud dengan epistemologi Islam dan prinsip-prinsip dasarnya, itulah yang menjadi tema sentral pembahasan makalah ini. Dengan mengandalkan kapasitas keilmuan yang masih ‘dangkal’ dan didukung literatur yang sangat terbatas, penulis akan mencoba membahasnya lebih lanjut.
Namun untuk menjelaskan obyek  pembahasan lebih lanjut, maka bahagian pendahuluan ini akan segera diikuti dengan pembicaraan tentang defenisi Islam ( kajian ontologis ), sumber-sumber pengetahuan, cara mempelajari Islam (kajian epistemologi), kriteria kebesaran dalam epistemologi Islam, kemudian selanjutnya peran dan fungsi pengetahuan dalam Islam ( kajian aksiologi ).

B.Defenisi Islam Ditinjau Dari Segi Ontologi
Kata ontologi berasal dari perkataan Yunani, yaitu “on” yang artinya “being” dan “logos” yang artinya “teori”. Jadi ontologi adalah teori tentang keberadaan sebagai keberadaan. Ontologi atau disebut juga metafisika umum adalah bagian dari cabang filsafat yang mempersoalkan tentang hakikat adanya dari segala sesuatu wujud yang ada.
Kalau kita perhatikan kata Islam, maka sesungguhnya Islam itu berasal dari bahasa arab, yaitu dari akar kata aslaama-yusliimu-islaaman yang berarti selamat, damai, sejahtera, patuh dan tunduk.[4] Muhammad Arkoun dalam buku Rethinking Islam menyebutkan bahwa kata Islam diterjemahkan dengan “penyerahan diri kepada Tuhan”.[5]
Di dalam buku Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, Harun Nasution, menyebutkan bahwa Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad saw sebagai Rasul.[6] Dalam defenisi tersebut di atas, disebut agama dan wahyu sebagai dua kata kunci bagi kita untuk mengetahui apa itu Islam ?
Dari istilah Islam yang telah dipaparkan di atas, maka sesungguhnya Islam itu adalah sikap religius seseorang yang ditunjukkan melalui ketundukan, kepatuhan dan ketaatan dalam menjalankan perintah Allah. Maka orang yang tunduk damn taat pada aturan Allah, pada akhirnya akan mencapai keselamatan disisi Allah, itulah Islam yang sesungguhnya.[7]
Agama adalah satu kata yang sangat mudah diucapkan dan mudah juga menjelaskan maksudnya, tetapi sangat sulit memberikan batasan (defenisi) yang tepat, lebih-lebih bagi para pakar. Hal ini disebabkan untuk menjelaskan sesuatu secara ilmiah mengharuskan adanya rumusan yang mampu menghimpun semua unsur yang didefenisikan dan mengeluarkan segala yang tidak termasuk unsurnya. Tiga alasan lain yang diungkapkan oleh Mukti Ali tentang kesulitan untuk memberi batasan (defenisi) agama, yaitu : Pertama, pengalaman agama adalah soal batini, subyektif dan sangat individualis sifatnya. Kedua, selalu ada emosi dan perasaan yang mengikat setiap pembahasan tentang agama. Ketiga, konsepsi tentang agama dipengaruhi oleh tujuan dari orang yang memberikan defenisi tersebut.[8] Mahmud Syaltut menyatakan bahwa, “Agama adalah ketetapan-ketetapan Ilahi yang diwahyukan kepada Nabi-Nya untuk menjadi pedoman hidup manusia”.[9]
Sementara itu, din yang didalam bahasa Arab adalah agama ternyata memiliki defenisi yang lebih luas. Setiap kata yang terdiri huruf dal-ya-nun dalam bahasa Arab, mengandung pengertian hubungan dua pihak. Seperti kata dain yang berarti hutang, demikian juga dengan kata dana atau yadinu yang artinya menghukum, yang menunjukkan adanya hakim dan terdakwa. Kata din sendiri mengandung makna hubungan antara dua pihak, di mana pihak pertama mempunyai kedudukan lebih tinggi dari pihak yang kedua. Jika arti kata din seperti tersebut di atas, kemungkinan hubungan yang terjadi ada tiga pola relasi. Pertama, hubungan manusia dengan Allah. Kedua, hubungan manusia dengan manusia dan Ketiga, hubungan manusia dengan alam.[10]
Didalam Alquran disebutkan :
إن الدين عندالله الإسلم........      ( آل عمران :    )
Artinya : sesungguhnya agama ( yang diridhai ) disisi Allah hanyalah Islam……”.        (QS. Ali ‘Imran : 19 ). 
Disebutkan juga,
ومن يبتغ غيرالإسلم دينا فلن يقبل منه وهوفى الأخرة من الخسرين ( آل عمران :    )  
Artinya : “Dan barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima ( agama itu ) dari padanya, dan di akhirat termasuk orang- orang yang rugi”. ( QS. Ali ‘Imran : 85 ).
Agama Islam adalah agama yang benar, yang memiliki hanya satu tujuan penghambaan kepada Allah, satu ketaatan hanya kepada Allah dan takut kepada hukuman Allah sebagai pertanggungjawaban terhadap apa yang kita kerjakan selama di dunia.
Wahyu dalam keyakinan umat Islam adalah sabda Tuhan atau perkataan Tuhan yang disampaikan melalui perantara sesuai kehendak-Nya. Dijelaskan di dalam Alquran bahwa wahyu terbagi tiga, yaitu : Pertama, pengertian atau pengetahuan yang tiba-tiba dirasakan seseorang timbul dalam dirinya sebagai suatu cahaya yang menerangi jiwanya. Kedua, pengalaman dan penglihatan di dalam keadaan tidur atau keadaan trance . Ketiga, diberikan melalui utusan atau Malaikat yaitu Jibril dalam bentuk kata-kata.[11] Keseluruhan wahyu tersebut terkandung di dalam Alquran. Maka , hanya bahasa Arab yang tersebut dalam Alquran yang diakui sebagai wahyu. Pengertian ini telah membedakan Islam dan agama lainnya, khususnya Kristen dalam pengertian tentang wahyu. Kristen menyebutkan bahwa teks Injil bukan wahyu, wahyu menjelma menjadi Jesus.[12]
Maka apa itu Islam, sedikit banyak telah tergambar di dalam pikiran kita, ternyata tidak hanya sekedar defenisi umum yang kita ketahui saja. Tetapi, lebih luas Islam merupakan petunjuk atau tuntunan kebenaran di atas segala kebenaran yang menyangkut seluruh aspek kehidupan kita.
هوالذى أرسل رسوله بالهدى ودين الحق ليظهره،على الدين كله ولوكره المشركون ( التوبة :    )
Artinya : “Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya ( dengan membawa ) petunjuk (Alquran) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai”. ( QS. At-Taubah : 33 ).

C. Sumber-Sumber Pengetahuan
            Sumber artinya tempat asal digalinya sesuatu. Jika disebut sumber air, maksudnya adalah tempat asal air mengalir atau mata air. Maka ungkapan yang menyebutkan sumber pengetahuan bermakna sebagai sumber asal dari satu pengetahuan tersebut.[13] Sumber harus dapat berdiri sendiri, baik dari sisi asal-usul dan kemurnian nilai-nilai yang dikandungnya yang dapat diterjemahkan menjadi petunjuk-petunjuk praktis untuk dipraktekkan.
            Dalam epistemologi ilmu, disebutkan ada empat sumber pengetahuan manusia :
1.      Empirisme, merupakan aliran dalam filsafat yang mengatakan bahwa pengetahuan dapat diperoleh melalui pengalaman, observasi atau pengindraan.
2.      Rasionalisme, menyebutkan bahwa sumber satu-satunya dari pengetahuan manusia adalah rasionya ( pikiran manusia ).
3.      Intuisionisme, merupakan metode yang tidak terikat pada penalaran tetapi kepada intuisi manusia.
4.      Wahyu Allah, adalah pengetahuan yang disampaikan Tuhan kepada para Nabi-Nya yang terkandung di dalam kitab suci seperti : Taurat, Injil dan Alquran.[14]
Disebutkan bahwa kemampuan dan kelebihan yang dimiliki manusia dapat menjadi sumber pengetahuan, diantaranya : pengalaman dan pengindraan, akal-pikiran manusia dan penalaran manusia. Sumber pengetahuan lain adalah yang bersumber dari Tuhan, yang tertuang dalam kitab suci dan kumpulan wahyu-wahyu lainnya.
 Alquran adalah kumpulan wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Alquran sebagai sumber pengetahuan yang datang dari Tuhan, bukanlah dalam pengertian Alquran memuat segala persoalan yang ada, akan tetapi Alquran memuat nilai-nilai dari wahyu Allah yang dapat dijadikan sebagai sumber motivasi, arahan dan penuntun dalam menjalani kehidupan di dunia. Nilai-nilai inilah yang perlu diterjemahkan agar dapat dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.[15]
وأنزلنآ إليك الكتب باالحق مصدقا لما بين يديه من الكتب ومهيمنا عليه فا حكم بينهم بمآ أنزل الله ولا تتبع أهوآء هم عما جآءك من الحق ( المائدة :    )
Artinya : “Dan Kami telah turunkan kepadamu Alquran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab ( yang diturunkan sebelumnya ) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu, maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu…”. ( QS. Al-Maidah : 48 ).
            Sunnah merupakan sumber pengetahuan berikutnya setelah Alquran. Sunnah yaitu, perkataan, perbuatan dan persetujuan yang dilakukan Nabi Muhammad saw dan dipersaksikan oleh sahabat untuk menjelaskan dan menafsirkan Alquran yang pada umumnya bersifat global, yang bersifat umum, yang bersifat mutlak, yang menghendaki pembatasan. Kami tegaskan bahwa sebagai sumber pengetahuan setelah Alquran, Sunnah memiliki fungsi yang pada intinya sejalan dengan Alquran.
            Selanjutnya, sumber pengetahuan itu adalah apa yang ada pada diri manusia sendiri dengan latar belakang peristiwa hidup, diantaranya seperti pengalaman, observasi, akal-pikiran, penalaran dan intuisi. Sumber pengetahuan ini nantinya akan melahirkan keberagaman ilmu pengetahuan seperti, ilmu pengetahuan social, ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan manusia.

D. Cara Mempelajari Islam Ditinjau Dari Segi Epistemologi
Setiap objek kajian keilmuan menuntut suatu metode yang sesuai dengan objek ilmu tersebut, pengetahuan dapat diperoleh melalui metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan dapat disebut ilmu sebab ilmu  merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang disusun secara konsisten dan kebenarannya  telah teruji secara empiris.
Ilmu yang dikembangkan dalam Islam menggunakan metode ijtihad yaitu menggunakan segenap daya akal dan potensi manusiawi lainnya untuk mencari kebenaran dan mengambil kebijaksanaan dengan bimbingan Alquran dan Sunnah Rasulullah saw, sehingga melahirkan ide-ide fungsional yang gemilang.
Pendekatan metodologis yang dipergunakan dalam mempelajari Islam adalah pendekatan religius, pendekatan filosofis, pendekatan sosiokultural dan pendekatan scientific.
Metode yang digunakan dalam mempelajari Islam adalah :
a.       Penggunaan akal pikiran ( rasio ) untuk menelaah dan mempelajari gejala kehidupan manusia dan alam sekitarnya.
b. Mengamalkan ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari.
c.       Pemberian suasana ( situasional ) sesuai dengan tempat dan waktu tertentu.
d.      Mendemonstrasikan ilmu pengetahuan dalam kehidupan, seperti pelaksanaan shalat.
e.       Metode mendidik dengan cara bercerita.
f.        Metode bimbingan dan penyuluhan.
g.      Metode pemberian contoh dan teladan.
h.      Metode Tanya jawab.
i.        Metode pemberian perumpamaan ( imtsal ).
j.        Metode targhib dan tarhib ( memberikan dorongan dan motivasi untuk berbuat kebaikan ).
k.       Dan lain-lain.  
Metode mempelajari Islam yang disampaikan oleh para filosof Muslim, sangat jauh berbeda dengan metodologi yang ditawarkan oleh filosof Barat. Seperti yang disampaikan oleh Ziaduddin Sardar, sebagaimana dikutip oleh Kartanegara, bahwa dalam mengkaji ilmu, filosof Barat hanya menggunakan satu metode saja yaitu metode observasi. Sedangkan para filosof Muslim menggunakan tiga macam metode sesuai dengan hierki objek-objek, yaitu : 1). Metode observasi atau yang sering disebut dengan bayani. 2). Metode logis atau burhani, 3). Metode intuitif atau irfani, yang masing-masing bersumber pada indra, akal dan hati.[16]

E. Kriteria Kebenaran Dalam Epistemologi Islam
            Epistemologi merupakan cabang filsafat yang mempersoalkan atau menyelidiki tentang asal, susunan, metode serta kebenaran pengetahuan.
            Kebenaran selalu berkaitan dengan dimensi keilmuan yang didalamnya tersusun nilai-nilai benar dan salah, kebenaran dalam wacana ilmu merupakan ketepatan dan kesesuaian antara metode dan hukum-hukum dari objek kajian ilmu tersebut. Pada hakekatnya kebenaran itu bersifat relatif dan sementara, karena kajian ilmu selalu dipengaruhi oleh pilihan dari berbagai dimensinya baik dari ruang dan waktu yang selalu dipengaruhi oleh pilihan dari berbagai dimensinya baik dari ruang dan waktu yang selalu berubah-ubah berdasarkan realitas kebenaran itu sendiri.
            Oleh karena itu, dalam Islam sebagaimana yang telah disampaikan Burhani, bahwa tidak ada satu pun karya manusia yang bersifat benar, karena ia bersifat relatif. Tuhanlah yang menjadi kebenaran mutlak, Tuhan adalah kebenaran hakiki, meminjam istilah jacues derrida, “ia difference”, artinya manusia mesti sadar akan kebesaran Allah.[17]
            Selanjutnya bagaimana kriteria kebenaran dalam epistemologi Islam? Untuk menjawab pertanyaan tersebut dan untuk menentukan kepercayaan tentang apa yang disebut, para filosof menentukan tentang tiga teori untuk menguji kebenaran, yaitu :
1.      teori koresponden, bagaimana yang diajukan oleh kaum realis dan materialis. Kebenaran yang diungkapkan sesuai dengan fakta-fakta yang ada. Contoh : Medan adalah Ibukota propinsi Sumatera Utara. Pernyataan itu benar karena sesuai dengan fakta.
2.      teori konsistensi, sebagaimana yang diajukan oleh kaum idealis. Kebenaran ditegakkan atas putusan yang baru telah diketahui berhubungan dengan kebenaran sebelumnya. Contoh : Soeharto pernah menjadi Presiden RI. Mengetahui bahwa pernyataan itu benar.
3.      teori pragmatis, sebagaimana yang diajukan oleh kaum pragmatis dengan prinsip bahwa kebenaran adalah ada manfaatnya. Untuk membuktikan kebenaran, teori ini mengajukan tiga pendekatan. Pertama, yang benar adalah yang memuaskan, Kedua, yang benar adalah yang dapat dibuktikan dengan eksperimen, Ketiga, yang benar adalah yang membantu dalam perjuangan biologis.[18]

F. Peran Dan Fungsi Pengetahuan Dalam Islam Ditinjau Dari Segi Aksiologi
            Aksiologi berasal dari perkataan Yunani “axios” yang artinya nilai dan “logos” yang berarti teori. Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai. Aksiologi adalah suatu cabang filsafat yang pemikirannya tentang nilai-nilai termasuk nilai-nilai tinggi dari Allah swt, misalnya nilai moral, nilai agama atau nilai estetika ( keindahan ). Aksiologi mengandung pengertian yang lebih luas dari etika.
            Menurut Jujun ( 2003 ), aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaaan pengetahuian yang diperoleh, dalam hal ini kegunaaan dari pengetahuan dalam Islam itu sendiri. Ada tiga bentuk nilai dalam aksiologi yaitu nilai yang merupakan kata benda abstrak, nilai yang merupakan kata konkrit dan nilai yang merupakan kata kerja dalam ekspresi nilai, memberi nilai dan dinilai.
Jika kita berbicara mengenai peran dan fungsi pengetahuan, maka sebenarnya sama halnya kita berbicara mengenai manfaat atau tujuan dari sesuatu kegiatan yang telah dilaksanakan. Oleh karena itu, perlu kiranya kita pahami, bahwa setiap orang tidak akan mau melakukan sesuatu hal apabila tidak ada tujuan, target ataupun manfaat yang bisa diambil dari kegiatan tersebut. Demikian halnya dengan apa yang dilakukan oleh para filosof, baik filosof Muslim maupun filosof Barat, tentu ada tujuan yang mereka lakukan, paling tidak tujuannya untuk melahirkan ilmu pengetahuan.
Lantas pertanyaannya adalah, untuk apakah pengetahuan itu ? sesungguhnya telah terjadi perdebatan panjang di antara ulama dan filosof tentang tujuan ilmu pengetahuan. Sebahagian pendapat bahwa ilmu pengetahuan itu merupakan tujuan pokok bagi orang yang menekuninya, sehingga timbullah ungkapan “ilmu pengetahuan untuk ilmu pengetahuan”. Sebagian lagi cenderung mengatakan bahwa pengetahuan bertujuan untuk menjadi alat dalam menambah kesenangan manusia dalam kehidupan yang terbatas di muka bumi ini.
Sedangkan sebagian lagi cenderung menjadikan pengetahuan sebagai alat untuk meningkatkan kebudayaan dan kemajuan bagi umat manusia secara keseluruhan.[19]
            Menurut Akl-Attas, ilmu pengetahuan dikatakan bermanfaat apabila :
1.      Mendekatkan pada kebenaran Allah, bukan menjauhkannya.
2.      Dapat membantu umat dalam merealisasikan tujuan-tujuannya.
3.      Dapat memberi pedoman bagi sesama.
4.      Dapat memberikan solusi.[20]
            Berdasarkan tujuan akhir dari pengetahuan dalam Islam yaitu terwujudnya kepribadian muslim yang paripurna dalam mengembangkan kehidupan dunia dan akhirat dengan landasan iman dan taqwa kepada Allah swt. Maka ada beberapa kegunaan pengetahuan dalam Islam yaitu :
1.      Dapat mengembangkan dan meningkatkan iman sehingga fungsinya benar-benar sebagai kekuatan pendorong ke arah kebahagiaaan.
2.      Dapat mengembangkan kemampuan manusia dalam mempergunakan akal dan kecerdasan untuk menganalisa hal-hal yang berada di balik kenyataan alam yang tampak dan untuk mengungkapkan perbedaan tentang yang baik dan yang buruk atau yang hak dan yang bathil.
3.      Dapat mengembangkan potensi manusia untuk berakhlak mulia dan mempunyai kemampuan dengan orang lain dengan ucapan atau dengan perbuatan.
4.      Dapat mengembangkan sikap beramal saleh dalam setiap pribadi muslim.

G. Penutup
                  Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan telah menciptakan berbagai bentuk kemudahan bagi manusia dalam kehidupan, tidak ada satu pun makhluk ciptaan Allah swt yang dapat mencapai kesempurnaan dan kematangan hidup tanpa melalui sesuatu proses. Pendidikan adalah salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk membina dan mengembangkan pribadi muslim dari aspek rohaniah dan jasmaniah.
            Sesuai dengan kedudukan manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, maka manfaat atau kegunaan dari pendidikan Islam akan dapat dirasakan oleh pribadi manusia itu sendiri dalam rangka untuk mendekatkan diri kepada Allah swt dan kemaslahatan bagi sesama manusia dalam hubungan kemasyarakatan sebagaimana firman Allah swt dalam surat Ali Imran ayat 112 sebagai berikut :
ضربت عليهم الذلةاين ما ثقفواإلابحبل من الله وحبل من النا س........ ( آل عمران :    ) 
Artinya : “Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang teguh kepada tali ( agama ) Allah swt dan tali ( perjanjian ) dengan manusia”. (QS. Ali ‘Imran : 112 ). 
            Dalam Islam pendididkan adalah memberikan corak hitam putihnya seseorang, permasalahan pendidikan Islam menjadi tanggung jawab moral bagi setiap pakar muslim untuk membangun teori Islam sebagai paradigma dalam pendidikan.
            Alquran sebagai inspirasi dan wawasan serta pandangan hidup universal, memberikan dorongan motivatif bagi manusia untuk selalu mengembangkan ilmu pengetahuan dan sistem pendidikan melalui rasio ( akal pikiran ). Dengan ontologi, epistemologi dan aksiologi yang ada dalam pendidikan Islam, diharapkan pendidikan Islam dapat mengantisipasi kebutuhan dan tantangan untuk umat Islam di masa mendatang karena tanpa pendidikan manusia dapat menjadi makhluk yang senatiasa didorong oleh nafsu jahat, ingkar dan kafir kepada Tuhannya.
            Melalui proses pendidikan manusia akan dapat dimanusiakan sebagai hamba Allah swt yang mampu mentaati ajaran agamanya dengan penyerahan diri secara total sebagaimana yang selalu kita ucapkan dalam shalat yaitu :
إن صلا تى ونسكى ومحيا ى ومماتى لله رب العا لمين. ( الأنعام :     )
Artinya : “Sesungguhnya shalatku, ibadahku dan seluruh hidupku serta matiku semata-mata bagi Allah pendidik seluruh alam “. ( QS. Al-Maidah : 162 )   


DAFTAR PUSTAKA


Alquran dan Terjemahannya, 1996, Departemen Agama RI
Arkoun, Muhammad, 1996, Rethinking Islam, terj. Yudian W dan Latiful khuluq, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar )
Burhani, Ahmad Najib, 2001, Islam Dinamis, Menggugat Peran Agama Membongkar Doktrin Yang Membantu, ( Jakarta : Buku Kompas )
Djaelani, Abdul Qadir, 1993, Filsafat Islam, ( Semarang : Bina Ilmu )
Hartono, Dic, 1986, Kamus popular filsafat, ( Jakarta : Rajawali Kartanegara )
Kartanegara, Mulyadi, 2002, Menembus Batas Waktu Panorama Filsafat Islam,
( Penerbit : Mizan )
Lubis, Nur Ahmad Fadhil Lubis, 2001, Etika Bisnis, ( Jakarta : Hijri Pustaka Utama )
Naqib Al Attas Syed Muhammad, 1995, Islam dan Filsafat Sains, terj. Saiful Muzanmi, ( Bandung : Mizan )
Nasution, Harun, 1974, Islam Ditinjai Dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, ( Jakarta : UI- Press)
Nata, Abudin, 1998, Metodologi studi Islam, Cet. 2, ( Jakarta : Raja Grafindo Perkasa )
Salam, Burhanuddin, 1997, Logika Materil, ( Jakarta : Rineka Cipta )
Titus, Smith, Nolan, 1984, Living Issues In Philosophy, terj. H.M. Rasyidi, Persoalan-Persoalan Filsafat, ( Jakarta : Bulan Bintang )
Usman, Suparman, 2001, Hukum Islam, ( Jakarta : Gaya Media Pratama )
Yazdi, Mehdi Hairi, 2003, Efistemologi Iluminasionis Dalam Filsafat Islam, (edisi. I) terj. Asih Muhammad, ( Bandung : Mizan )



[1] Lihat, dic. Hartono, Kamus Popular Filsafat ( Jakarta : Rajawali, 1986 ) hal. 23. Lihat juga Titus, Smith, Nolan, Living Issues In Philosophy, terj. H. M. Rasyidi, Persoalan-Persoalan Filsafat, ( Jakarta : Bulan Bintang, 1984 ), hal. 509 
[2] Edmund Husserl ( 1859-1938 ), Seorang tokoh filsafat fenomenologi berpendapat bahwa tindakan mengalami objek-objek itu adalah merupakan suatu bentuk pengetahuan, meskipun berbeda dengan pengetahuan methodis ilmiah ( scientif method ). Lihat Mehdi Hairi Yazdi, Efistemologi Iluminasionis Dalam Filsafat Islam, ( edisi I ), Terj. Asih Muhammad ( Penerbit Mizan, Bandung, 2003 ) hal. 37 
[3] Distorsi itu misalnya, dapat kita lihat dari penggunaan kata scien yang dibedakan dengan knowledge, sedangkan kata scien sebenarnya dapat saja diterjemahkan dengan ilmu. Demikian halnya kata ilmu dalam epistemiologi Islam, tidak sama denn\gan pengetahuan biasa saja, tetapi seperti yang diterjemahkan Ibn Hazim ( W. 1064 M ), ilmu dipahami sebagai pengetahuan tentang sesuatu sebagaimana adanya. Lihat, Mulyadhi katanegara, Menembus Batas Waktu Panorama Filsafat Islam, penerbit Mizan, 2002 hal. 57
[4] Suparman Usman, Hukum Islam, ( Gaya Media Pratama, Jakarta, 2001 ) hal. 12
[5] Muhammad Arkoun, Rethinking Islam, Terj. Yudian W dan Latiful Khuluq, ( Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1996 ) hal. 17
[6] Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, jilid I, ( UI- Press, 1974 ), hal. 24 
[7]  Qs. Ali Imran 19, “Sesungguhnya agama yang benar di sisi Allah adalah Islam, tiada berselisih orang-orang yang telah diberi al-kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karana kedengkian di antara mereka”. Lihat, Alquran dan terjemahannya, Departemen Agama RI, 1996, hal. 78
[8]  Abudin Nata, Metodologi Studi Islam ( Jakarta : Raja Grafindo Peerkasa, 1998 ) hal. 8
[9]  Mahmud Quraish Shihab, Membumikan Alquran ( Bandung : Mizan, 1992 ) hal. 209-210
[10] Nur Ahmad Fadhil Lubis, Etika Bisnis ( Jakarta : Hijri Pustaka Utama, 2001 ) hal. 2
[11] Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, ( Jakarta : UI-Press, 1974 ) hal.14
[12] Ibid. hal. Hal 15
[13] Nur Ahmad Fadhil Lubis, Etika bisnis ( Jakarta : Hijri Pustaka Utama, 2001 ) hal.3
[14] H. Burhanuddin Salam, Logika Materil, ( Jakarta : Rineka Cipta, 1997 ). Hal.12.
[15] Ibid.

[16] Mulyadi Kartanegara, Menembus batas waktu……..hal. 61
[17] Ahmad Najib Burhani, Islam dinamis, menggugat peran agama membongkar doktrin yang membantu, ( Penerbit Buku Kompas, Jakarta 2001 ), pada pengantar.
[18]  Abdul Qadir Djaelani, Filsafat Islam, ( Bina Ilmu, Semarang, 1993 ) hal. 56-57.
[19] Ali Abdul Azhim, hal. 268
[20] Syed Muhammad Naqib Al Attas, Islam dan filsafat sains, terj. Saiful Muzanmi, ( Penerbit Mizan, Bandung, 1995 ), hal. 53-55

PENDEKATAN SOSIOLOGI DALAM STUDI ISLAM


A.    Pendahuluan
Secara sederhana sosiologi dapat diartikan sebagai ilmu yang menggambarkan tentang keadaan masyarakat lengkap dengan struktur, lapisan, serta berbagai gejala sosial lainnya yang saling berhubungan. Dengan ilmu ini suatu fenomena dapat dianalisa dengan menghadirkan faktor-faktor yang mendorong terjadinya hubungan tersebut, mobilitas sosial serta keyakinan-keyakinan yang mendasari terjadinya proses tersebut.
Selanjutnya sosiologi dapat dijadikan sebagai salah satu pendekatan dalam memahami agama. Hal demikian dapat dimengerti, karena banyaknya bidang kajian agama yang baru dapat dipahami secara proporsional dan lengkap apabila menggunakan jasa dan bantuan sosiologi. Dalam agama Islam dapat di jumpai peristiwa Nabi Yusuf yang dahulu budak lalu akhirnya bisa jadi penguasa Mesir. Sebagai contoh untuk menjawab mengapa dalam melaksanakan tugasnya, Musa harus dibantu oleh nabi Harun. Maka hal ini baru dapat dijawab dan sekaligus dapat ditemukan hikmahnya dengan bantuan ilmu sosial. Tanpa ilmu sosial peristiwa-peristiwa tersebut sulit dijelaskan dan sulit pula dipahami  maksudnya. Disinilah letaknya sosiologi sebagai salah satu alat dalam memahami ajaran agama.[1]
Beranjak dari hal di atas maka dalam makalah ini akan membahas tentang pengertian sosiologi, subdisiplin sosiologi, pendekatan sosiologi, agama sebagai fenomena sosiologi, pendekatan sosiologi dalam tradisi intelektual Islam (Ibnu Khaldun), penulis dan karya utama dalam studi Islam dengan pendekatan sosiologis, masalah dan prospek pendekatan sosiologis, serta signifikansi dan kontribusi pendekatan sosiologis dalam studi Islam.
B.     Pengertian Sosiologi.
Secara etimologi, kata sosiologi berasal dari bahasa latin yang terdiri  dari kata “socius” yang berarti teman, dan “logos” yang berarti berkata atau berbicara tentang manusia yang berteman atau bermasyarakat.[2]
Secara terminologi, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk perubahan-perubahan sosial.[3] Adapun objek sosiologi adalah masyarakat yang dilihat dari sudut hubungan antara manusia dan proses yang timbul dari hubungan manusia dalam masyarakat. Sedangkan tujuannya adalah meningkatkan daya kemampuan manusia dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan hidupnya.
Sosiologi adalah kajian ilmiah tentang kehidupan sosial manusia yang berusaha mencari tahu tentang hakekat dan sebab-sebab dari berbagai pola pikir dan tindakan manusia yang teratur dapat berulang. Berbeda dengan psikologi yang memusatkan perhatiannya pada karakteristik pikiran dan tindakan orang perorangan, sosiologi hanya tertarik kepada pikiran dan tindakan yang dimunculkan seseorang sebagai anggota suatu kelompok atau masyarakat.[4]  Namun perlu diingat, sosiologi adalah disiplin ilmu yang luas dan mencakup banyak hal, dan ada banyak jenis sosiologi yang mempelajari sesuatu yang berbeda dengan tujuan yang berbeda-beda pula.[5]
C.  Sub-Disiplin Sosiologi
Beberapa sub-disiplin dalam sosiologi yaitu: krimonologi, sosiologi sejarah, geografi manusia, sosiologi industri, sosiologi politik, sosiologi pedesaan, sosiologi kota, dan sosiologi agama.[6] Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan satu persatu sebagai berikut :
Kriminologi adalah suatu kajian mengenai perkembangan aktivitas kejahatan dalam hubungannya dengan fungsi struktur institusi, dan metode mengendalikan penjahat dalam penangkapan, interogasi dan perawatan yang berikutnya.
Sosiologi sejarah adalah suatu cabang sosiologi yang menggunakan data sejarah sebagai dasar untuk membuat generalisasi ilmiah. Ia mementingkan pola atau bentuk hidup kejadian-kejadian yang telah terjadi dalam sejarah, bukannya menentukan tertib tarikh peristiwa sejarah yang seragam seperti yang dapat disimpulkan dari peristiwa sejarah yang lalu.
Geografi manusia (kadang-kadang dinamakan antropo-geografi) ialah suatu ilmu mengenai hubungan timbal balik manusia dengan alam lingkungan. Ia mempunyai dua prinsip pendekatan:
Pertama, pengaruh alam lingkungan seperti iklim, kedudukan tanah dan air yang terdapat dalam kehidupan sosial manusia, suatu pengaruh yang biasanya dianggap sebagai bukan penentu, tetapi sebagai suatu pembatasan terhadap batas-batas yang luas.
Kedua, pengaruh manusia terhadap alam lingkungannya. Ini termasuk dalam arti kata yang luas, semua perubahan yang dilakukan oleh manusia terhadap alam kebendaan, tetapi aktivitasnya lebih khusus seperti mengalirkan rawa-rawa atau mempertahankan terusan.
Sosiologi industri berhubungan dengan cara mendapatkan pengetahuan mengenai proses sosial yang terlibat dalam aktivitas industri, dan dengan organisasi industri sebagai sistem sosial. Ilmu ini mengkaji aspek institusi mengenai aktivitas industri, dan hubungan proses sosial dalam aktivitas industri kepada proses lain dalam masyarakat.
Sosiologi politik adalah suatu cabang sosiologi yang menganalisa proses politik dalam rangka bidang sosiologi, mengorientasikan pengamatannya khusus kepada dinamika tingkah laku politik, karena kajian ini dipengaruhi beberapa proses sosial, seperti kerjasama, persaingan, konflik, mobilitas sosial, pembentukan pendapat umum, peralihan kekuasaan beberapa kelompok, dan semua proses yang terlibat mempengaruhi tingkah laku politik.
Sosiologi pedesaan ialah kajian mengenai penduduk desa dalam hubungan dengan kelompoknya. Ilmu ini menggunakan metode dan prinsip sosiologi umum dan menggunakannya dalam kajian mengenai penduduk desa, sekitar ciri-ciri penduduk desa, organisasi sosial desa, dan berbagai lembaga dan asosiasi yang berfungsi di dalam kehidupan sosial desa, proses sosial yang penting yang terdapat dalam kehidupan di desa, pengaruh perubahan sosial atas organisasi sosial desa, dan beberapa masalah yang dihadapi oleh masyarakat desa.
Sosiologi kota adalah kajian mengenai orang-orang kota dalam hubungan mereka antara satu kelompok dengan kelompok lain. Bidang ini mengkaji ciri orang kota, organisasi sosial dan aktivitas institusi mereka, proses interaksi asas yang berlaku dalam kehidupan kota, pengaruh perubahan sosial dan beberapa masalah yang mereka hadapi.
Sosiologi agama adalah melibatkan analisa sistimatik mengenai fenomena agama dengan menggunakan konsep dan metode sosiologi. Institusi agama dikaji sedemikian rupa, dan struktur serta prosesnya dianalisa, dan begitu juga hubungannya dengan institusi yang lain, perkembangan, penyebaran dan jatuhnya agama dikaji untuk tujuan prinsip umum yang dapat diperoleh darinya. Metode pengendalian sosial melalui aktivitas agama dititikberatkan, seperti halnya aspek psikologi sosial mengenai tingkah laku kolektif dalam hubungannya dengan fungsi agama. Ajaran agama dianalisa dalam hubungan dengan struktur sosial.
Disamping sub-disiplin sosiologi tersebut di atas, juga ada disiplin sosiologi pendidikan dan pengetahuan. Ahli sosiologi mengatakan bahwa pendidikan adalah suatu kajian sosial, karena perkembangan anak perlu ditumbuhkan dari segi hubungannya dengan masyarakat dan kebudayaannya, individu tidak dapat berkembang jika diasingkan dari kelompok sosialnya, dan kelompok sosial yang akhirnya membentuk kepribadian tersebut melalui interaksi sosial.
Sosiologi pengetahuan, suatu kajian mengenai hubungan antara struktur pemikiran dan latar belakang sosiologi di mana ia hidup dan berfungsi, karena manusia ingin mengetahui diri dan lingkungannya.
D.  Pendekatan Sosiologi
Untuk menghasilkan suatu teori tentulah melalui pendekatan-pendekatan, demikian  halnya  dengan  teori-teori sosiologi. Ada tiga pendekatan utama sosiologi, yaitu :
  1. Pendekatan struktural – fungsional.
  2. Pendekatan konflik (marxien).
  3. Pendekatan interaksionisme – simbolis.[7]
Pendekatan struktural – fungsional terkenal pada akhir 1930-an, dan mengandung pandangan makroskopis terhadap masyarakat. Walaupun pendekatan ini bersumber pada sosiolog-sosiolog Eropa seperti Max Webber, Emile Durkheim, Vill Predo Hareto, dan beberapa antropolog sosial Inggris, namun yang pertama mengemukakan rumusan sistematis mengenai teori ini adalah Halcot Parsons, dari Harvard. Teori ini kemudian dikembangkan oleh para mahasiswa Parson, dan para murid mahasiswa tersebut, terutama di Amerika. Pendekatan ini didasarkan pada dua asumsi dasar yaitu :
  1. Masyarakat terbentuk atas substruktur-substruktur yang dalam fungsi-fungsi mereka masing-masing, saling bergantung, sehingga perubahan-perubahan yang terjadi dalam fungsi satu sub-struktur dengan sendirinya akan tercermin pada perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur-struktur lainnya pula. Karena itu, tugas analisis sosiologis adalah menyelidiki mengapa yang satu mempengaruhi yang lain, dan sampai sejauh mana.
  2. Setiap struktur berfungsi sebagai penopang aktivitas-aktivitas atau substruktur-substruktur lainnya dalam suatu sistem sosial. Contoh-contoh sub-struktur ini dalam masyarakat adalah keluarga, perekonomian, politik, agama, pendidikan, rekreasi, hukum dan pranata-pranata mapan lainnya.
Adapun pendekatan marxien atau pendekatan konflik merupakan pendekatan alternatif paling menonjol saat ini terhadap pendekatan struktural-struktural sosial makro. Karl Marx (1818-1883) adalah tokoh yang sangat terkenal sebagai pencetus gerakan sosialis internasional. Meskipun sebagian besar tulisannya ia tujukan untuk mengembangkan sayap gerakan ini, tetapi banyak asumsinya yang dalam pengertian modern diakui sebagai bersifat sosiologis.[8] Namun para pengikut sosiologi Marx menggunakan pedoman-pedoman sosiologis dan ideologisnya Marx secara sangat eksplisit, sedangkan prasangka idiologis hanya secara implisit terdapat dalam tulisan-tulisan para penganut pendekatan struksional-fungsional.
Sosiologi Marx didasarkan atas dua asumsi pokok:
  1. Ia memandang kegiatan ekonomi sebagai faktor penentu utama semua kegiatan kemasyarakatan.
  2. Ia melihat masyarakat manusia terutama dari sudut konflik di sepanjang sejarah. Menurut Marx, motif-motif ekonomi dalam masyarakat mendominasi semua struktur lainnya seperti keluarga, agama, hukum, seni, sastra, sains dan moralitas.
Ia menganggap cara produksi di sepanjang sejarah manusia secara sedemikian rupa, sehingga sampai-sampai ia berpandangan sumber daya ekonomi dikuasai oleh segelintir orang tertentu, sementara golongan masyarakat lainnya ditakdirkan untuk bekerja demi mereka dan tetap bergantung pada kemurahan hati segelintir penguasa sebagian besar sumber daya itu. Karenanya Marx melihat masyarakat terbagi jadi dua kelas:
  1. Kelas pemilik yang selalu mengekploitasi.
  2. Kelas buruh yang senantiasa terekploitasi.
Pengeksploitasian terus menerus ini menurut Marx mengharuskan terjadinya revolusi-revolusi. Bertolak dari memandang sejarah manusia dengan cara seperti ini, Marx mengajukan teori sosialismenya yakni suatu solusi final agar seluruh sumber daya  dapat dimiliki oleh semua orang. Dan revolusi-revolusi lanjutan tidak lagi diperlukan karena idealnya tidak ada lagi kelaparan, pengeksploitasian dan konflik.
Sedangkan pendekatan intraksionalisme-simbolis merupakan sebuah perspektif mikro dalam sosiologi, yang barang kali sangat spekulatif pada tahapan analisisnya sekarang ini. Tetapi pendekatan ini mengandung sedikit sekali prasangka idiologis, walaupun meminjam banyak dari lingkungan barat tempat dibinanya pendekatan ini.[9]
Pendekatan intraksionisme simbolis lebih sering disebut pendekatan intraksionis saja, bertolak dari interaksi sosial pada tingkat paling minimal. Dari tingkat mikro ini ia diharapkan memperluas cakupan analisisnya guna menangkap keseluruhan masyarakat sebagai penentu proses dari banyak interaksi. Manusia dipandang mempelajari situasi-situasi transaksi-transaksi politis dan ekonomis, situasi-situasi di dalam dan di luar keluarga, situasi-situasi permainan dan pendidikan, situasi-situasi organisasi formal dan informal dan seterusnya.

E. Agama sebagai Fenomena Sosiologi
Penjelasan yang bagaimanapun tentang agama, tidak akan pernah tuntas tanpa mengikutsertakan aspek-aspek sosiologinya. Agama yang menyangkut kepercayaan serta berbagai prakteknya benar-benar merupakan masalah sosial, dan sampai saat ini senantiasa ditemukan dalam setiap masyarakat manusia di mana telah dimiliki berbagai catatan tentang itu, termasuk yang bisa diketengahkan dan ditafsirkan oleh para ahli arkeologi.
Dalam masyarakat yang sudah mapan, agama merupakan salah satu struktur institusional penting yang melengkapi keseluruhan sistem sosial. Akan tetapi masalah agama berbeda dengan masalah pemerintahan dan hukum, yang lazim menyangkut alokasi serta pengendalian kekuasaan. Berbeda dengan lembaga ekonomi yang berkaitan dengan kerja, produksi dan pertukaran. Dan juga berbeda dengan lembaga keluarga yang diantaranya berkaitan dengan pertalian keturunan serta kekerabatan.
Thomas F. O’dea mengatakan “masalah inti dari agama tampaknya menyangkut sesuatu yang masih kabur serta tidak dapat diraba, yang realitas empirisnya sama sekali belum jelas. Ia menyangkut dunia luar, hubungan manusia dan sikapnya terhadap dunia luar itu, dan dengan apa yang dianggap manusia sebagai implikasi praktis dari dunia luar tersebut terhadap kehidupan manusia”.[10]
Perbandingan aktivitas keagamaan dengan aktivitas lain atau perbandingan lembaga keagamaan dengan lembaga sosial lain, sepintas menunjukkan bahwa agama dalam kaitannya dengan masalah yang tidak dapat diraba tersebut merupakan sesuatu yang tidak penting, sesuatu yang sepele dibandingkan bagi masalah pokok manusia. Namun kenyataan menunjukkan lain. Sebenarnya lembaga keagamaan adalah menyangkut hal yang mengandung arti penting menyangkut masalah kehidupan manusia, yang dalam transedensinya mencakup sesuatu yang mempunyai arti penting dan menonjol bagi manusia. Bahkan sejarah menunjukkan bahwa lembaga-lembaga keagamaan merupakan bentuk asosiasi manusia yang paling mungkin untuk terus bertahan.
Disamping itu agama telah dicirikan sebagai pemersatu aspirasi manusia yang paling kental; sebagai sejumlah besar moralitas, sumber tatanan masyarakat dan perdamaian batin individu, sebagai sesuatu yang memuliakan dan yang membuat manusia beradab. Tetapi agama juga dituduh sebagai penghambat kemajuan manusia, dan mempertinggi panatisme dan sifat tidak toleran. Pengacauan, pengabaian, tahayul dan kesia-siaan.
Catatan sejarah yang ada menunjukkan agama sebagai salah satu penghambat tatanan sosial yang telah mapan. Tetapi agama juga memperlihatkan kemampuannya melahirkan kecenderungan yang sangat revolusioner. Emile Durkheim seorang pelopor sosiologi agama di Prancis berpendapat bahwa agama merupakan sumber semua kebudayaan yang sangat tinggi. Sedangkan Marx mengatakan bahwa agama adalah candu bagi manusia.[11] Jelas agama menunjukkan seperangkat aktivitas sosial yang mempunyai arti penting.
F.  Pendekatan Sosiologis dalam Tradisi Intelektual Islam (Ibnu Khaldun).
Ibnu Khaldun[12] menghimpun aliran sosiologi dalam Mukaddimah. Cakrawala pemikiran Ibnu Khaldun sangat luas, dia dapat memahami masyarakat dalam segala totalitasnya, dan dia menunjukkan segala penomena untuk bahan studinya. Dia juga mencoba untuk memahami gejala-gejala itu dan menjelaskan hubungan kausalitas di bawah sorotan sinar sejarah. Kemudian dia mensistematik proses peristiwa-peristiwa dan kaitannya dalam suatu kaidah sosial yang umum.

Keunggulan Mukaddimah ditemukan dalam beberapa hal yaitu :
  1. Pada falsafah sejarah. Penemuan ini telah memberi pengertian tentang pemahaman yang baru mengenai sejarah, yaitu bahwa sejarah itu adalah ilmu dan memiliki filsafat. Di mana peristiwa-peristiwa sejarah terkait dengan determinisme kealaman dan bahwa penomena sejarah adalah kejadian-kejadian dalam negara.
  2. Metodologi sejarah. Ibnu Khaldun melihat bahwa kriteria logika tidak sejalan dengan watak benda-benda empirik, oleh karena epistimologinya adalah observasi. Prinsip ini merangsang para sejarawan untuk mengorientasikan pemikirannya kepada eksprimen-eksprimen dan tidak menganggap cukup eksprimen yang sifatnya individual, tetapi mereka hendaknya mengambil sejumlah eksprimen. Dia berpendapat sesuai dengan metodologi sejarah, adanya hubungan antara sejarah dengan ekonomi, bahwa faktor utama dalam revolusi dan perubahan ialah ekonomi.
  3. Dialah penggagas ilmu peradaban atau filsafat sosial, pokok bahasannya ialah kesejahteraan masyarakat manusia dan kesejahteraan sosial. Ibnu Khaldun memandang ilmu peradaban adalah ilmu baru, luar biasa dan banyak faedahnya. Ilmu baru ini, yang diciptakan oleh Ibnu Khaldun memiliki arti yang besar. Menurutnya ilmu ini adalah kaidah-kaidah untuk memisahkan yang benar dari yang salah dalam penyajian fakta, menunjukkan yang mungkin dan yang mustahil.
Ibnu Khaldun membagi topik ke dalam 6 pasal besar yaitu :
a.        Tentang masyarakat manusia setara keseluruhan dan jenis-jenisnya dalam perimbangannya dengan bumi; “ilmu sosiologi umum”.
b.       Tentang masyarakat pengembara dengan menyebut kabilah-kabilah dan etnis yang biadab; “sosiologi pedesaan”.
c.        Tentang negara, khilafat dan pergantian sultan-sultan; “sosiologi politik”.
d.       Tentang masyarakat menetap, negeri-negeri dan kota; “sosiologi kota”.
e.        Tentang pertukangan, kehidupan, penghasilan dan aspek-aspeknya; “sosiologi industri”.
f.        Tentang ilmu pengetahuan, cara memperolehnya dan mengajarkannya; “sosiologi pendidikan”.[13]
Juga dia adalah orang yang pertama yang mengaitkan antara evolusi masyarakat manusia dari satu sisi dan sebab-sebab yang berkaitan pada sisi yang lain. Dia mengetahui dengan baik masalah-masalah penelitian dan laporan-laporan penelitian. Laporan penelitian menurut Ibnu Khaldun hendaklah diperkuat oleh dalil-dalil yang meyakinkan. Dia telah mengkaji prilaku manusia dan pengaruh iklim dan berbagai aspek pencarian nafkah beserta penjelasan pengaruhnya pada konstitusi tubuh manusia dan intelektual manusia dan masyarakat.
G. Penulis dan Karya Utama dalam Studi Islam dengan Pendekatan Sosiologis
Dalam kajian pendekatan sosiologi dalam studi Islam, banyak para penulis baik penulis dari barat maupun penulis muslim itu sendiri, yang telah menghasilkan karyanya tentang sosiologi yang ada hubungannya dalam memahami agama. Diantaranya adalah Clifford Geertz dalam bukunya; The religion of Java, tulisannya ini sangat menberikan kontribusi yang luar biasa meskipun banyak kritikan yang dilontarkan kepadanya. Namun dari segi metodologi banyak manfaatnya yang bisa diambil dalam karyanya ini.Geertz menemukan adanya pengaruh agama dalam pojok dan celah kehidupan Jawa. Masih banyak lagi karya Geertz yang lain seperti; Religion as a cultural system dalam Anthropological approachhes to the study of religion, juga karyanya yang lain; Tafsir kebudayaan, after the fact, politik kebudayaan Islam serta karya-karya Geertz yang lainnya.
Menurut Akbar S.Ahmad tokoh-tokoh sosiologi dalam dunia Islam telah tumbuh dengan pesat jauh sebelum tokoh-tokoh dari barat muncul, seperti seorang tokoh muslim Abu Raihan Muhammad bin Ahmad al-Biruni al-Khawarizmi. Ilmuwan besar ini dilahirkan di Khawarizmi, Turkmenista, Dzulhijjah 362 H/ September 973 M. Ia tidak hanya menulis buku tentang sosiologi dan antropologi saja akan tetapi ia menguasai ilmu sejarah, matematika, fisika, ilmu falak, kedokteran, ilmu bahasa, geografi dan filsafat. Dia adalah seorang yang terkenal banyak mengarang dan menerjemahkan karya-karya tentang kebudayaan India kedalam bahasa Arab.[14]
Masih dalam lingkup yang sama , al-Biruni tidak menyia-nyiakan kesempatan beberapa ekspedisi militer ke India bersama sultan Mahmoud Gezna. Dia pergunakan lawatannya tersebut dengan melakukan penelitian seputar adat istiadat, agama dan kepercayaan masyarakat India. Selain itu, dia juga belajar filsafat Hindu pada sarjana setempat. Jerih payahnya inilah menghasilkan karya besar berjudul Tarikh al-Hindi (sejarah India) tahun 1030 M.
Menurut sumber-sumber otentik, karya al-Biruni lebih dari 200 buah, namun hanya sekitar 180 saja yang diketahui dan terlacak.beberapa diantara bukunya terbilang sebagai karya monumental. Selain yang telah tersebut di atas . Seperti buku al-Atsar al-Baqiyah ‘an al-Qurun al-Khaliyah (peninggalan bangsa-bangsa kuno) yang ditulisnya pada 998 M, ketika dia merantau ke-Jurjan, daerah tenggara laut Kaspia. Dalam karyanya tersebut, al-Biruni antara lain mengupas sekitar upacara-upacara ritual, pesta dan festival  bangsa-bangsa kuno.[15]
 Ali Syari’ati merupakan salah satu tokoh sosiologi, yang menyatukan ide dan praktik yang menjelma dalam revolusi Islam Iran. Kekuatan idenya itulah yang menggerakkan pemimpin spiritual Iran, Ali Khomeini memimpin gerakan masa yang melahirkan Republik Islam Iran pada tahun 1979. Meski buah pikirannya, saham pemikir besar ini dinilai sangat berharga bagi percaturan Islam dikemudian hari. Ali Syari’ati di lahirkan di Khurasan, Iran 24 November 1933.[16] Sebagai sang sosiolog yang tertarik pada dialektis antara teori dan praktik : antara ide dan kekuatan-kekuatan sosial dan antara kesadaran dan eksistensi kemanusiaan. Dua tahun sebelum revolusi Iran- Syari’ati telah menulis beberapa buku, diantaranya : Marxisme and other western Fallacies, On the Sociology of Islam, Al-Ummah wa Al-Imamah, Intizar Madab I’tiraz dan Role  of Intellectual in Society.
 Selanjutnya Ibnu Batutah, adapun karyanya yang berjudul Tuhfah al-Nuzzar fi Ghara’ib al-Amsar wa Ajaib al-Asfar (persembahan seorang pengamat tentang kota-kota asing dan perjalanan yang mengagumkan)
Kemudian tokoh sosiologi yang tidak asing lagi yaitu Ibnu Khaldun, pemikiran dan teori-teori politiknya yang sangat maju telah mempengaruhi karya-karya para pemikir politik terkemuka sesudahnya seperti Machiavelli dan Vico. Dia mampu menembus ke dalam fenomena sosial sebagai filsuf dan ahli ekonomi yang dalam ilmunya. Dia juga peletak dasar ilmu sosiologi dan politik melalui karya magnum opus-nya, Al-Muqaddimah.
Adapun teori yang dikemukakan Ibnu Khaldun dikenal orang dengan teori disintegrasi (ancaman perpecahan suatu masyarakat/bangsa). Dia menulis soal itu lantaran melihat secara faktual ancaman disintegrasi akan membayangi dan mengintai umat manusia bila mengabaikan dimensi stabilitas sosial dan politik dalam masyarakatnya. Setidaknya, berkat dialah dasar-dasar ilmu sosiologi politik dan filsafat dibangun. Tidak heran jika warisannya itu banyak diterjemahkan keberbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia.[17]Juga banyak tokoh-tokoh sosiologi Indonesia seperti : Soerjono Soekanto, diantara karyanya; sosiologi suatu pengantar. Koentjaraningrat diantara hasil karyanya; masyarakat desa di Indonesia masa ini, beberapa pokok antropologi sosial dan lain-lain.
Beberapa tokoh-tokoh  yang mempengaruhi perkembangan ilmu sosiologi lainnya diantaranya yaitu: Agust Comte (1798-1857), seorang Perancis yang merupakan bapak sosiologi yang pertama kali memberi nama pada ilmu tersebut yaitu dari kata-kata socius dan logos. Hasil karyanya adalah; The scisntific labors necessary for the reorganization of society (1822). The positive philosophy (6 Jilid 1830-1840), subjective synthesis (1820-1903). Herbert Spencer (1820-1903), karyanya yang terkenal; The principles of sociology, yang menguraikan materi sosiologi secara sistematis.
Emile Durkheim (1858 – 1917), adapun karyanya; The social division of labor, The rules of sociological method dan The elementary forms of religious life. Max Weber (1864-1920), sosiologi dikatakan sebagai suatu ilmu yang berusaha untuk memberikan pengertian tentang aksi-aksi sosial untuk memperoleh gambaran dan pengaruhnya. Diantara karyanya adalah; Economic and society, collected essays on sosiology of religion dan lain-lain.
Charles Horton Cooley (1864 – 1929), yang mengembangkan konsepsi mengenai hubungan timbal balik dan hubungan yang tidak terpisahkan antara individu dan masyarakat. Karyanya adalah; Human ature and society order, social organization dan social process. Ferdinand Tonnis , hasil karyanya; Sociological studies and critism ( 3 jilid, 1952). Vilfredo Pareto ( 1848 – 1923), hasil karyanya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul; The  mind and society.[18]
Thomas F.O’deo, hasil karyanya; The sociology of religion. Karl Marx (1818-1883) adalah tokoh yang sangat terkenal sebagai pencetus gerakan sosialis internasional
H. Masalah dan Prospek Pendekatan Sosiologi
Ketiga pendekatan sosiologi (struktural-fungsional, konflik dan intraksionisme-simbolis) yang telah disebutkan pada bagian terdahulu, adalah pendekatan sosiologi kontemporer yang dibina dengan objek masyarakat barat, karenanya pendekatan tersebut tidak bersifat universal. Pemikiran barat bukan saja jauh dari dan kerap kali bertentangan dengan persepsi-persepsi lokal dalam masyarakat-masyarakat non-Barat, tetapi juga tidak mampu menjelaskan problem yang dewasa ini dihadapi oleh masyarakat-masyarakat ini.
Tidak sedikit contoh tentang kelemahan dalam sosiologi ini. Misalnya teori tentang kejahatan dan pelanggaran serta penyimpangan yang didasarkan pada pengalaman-pengalaman dan penelitian-penelitian di pusat kota New York dan Chicago, tidak menjelaskan masalah kejahatan dan penyimpangan yang ada di Uni Soviet, Pakistan, Mesir, Indonesia dan masyarakat-masyarakat serupa lainnya.[19]
Upaya-upaya sosialisasi modern untuk menjelaskan stratifikasi sosial, perkawinan dan keluarga, juga dapat dikatakan tidak memadai untuk menerangkan masyarakat-masyarakat non-Barat. Dan jika diperhatikan lebih dekat, akan ditemukan banyak perbedaan dalam pendekatan-pendekatan yang dianut dikalangan sosiolog-sosiolog satu negara barat dan negara barat lainnya.
Memang telah ada upaya-upaya untuk meredakan perbedaan-perbedaan sosiologis antara satu negara barat dengan negara barat lainnya. Perbedaan-perbedaan ini bisa dihilangkan dengan interaksi yang lebih akrab antara para sosiolog eropa dan Amerika, tetapi akan tetap dirasakan adanya kenyataan yang janggal bahwa pendekatan-pendekatan sosiologis barat didasarkan pada asumsi-asumsi dan penelitian-penelitian yang asing bagi realitas sosial di masyarakat non-barat.
Bila dialihkan perhatian, dari masyarakat barat pada umumnya, ke masyarakat muslim atau wilayah yang berkebudayaan Islam pada khususnya, maka akan terlihat bahwa studi sistematis mengenai Islam merupakan suatu bidang yang benar-benar tidak diperdulikan dalam sosiologi. Nyaris tidak satu pun studi sosiologis tentang Islam dan masyarakat-masyarakat muslim.[20]
Dalam hal ini hendaknya semua orang yang menaruh minat pada pengembangan teori prilaku sosial muslim, memulai dengan melihat pendidikan ilmu sosial modern mereka dari sudut asumsi-asumsi al-Qur’an tentang manusia, dan dalam kaitannya dengan sejumlah karya sejarah dan hukum yang ditulis oleh para ulama muslim di masa silam dan kini.
I. Signifikasi dan Kontribusi Pendekatan Sosiologi dalam Studi Islam
Pendekatan sosiologi dalam studi Islam, kegunaannya sebagai metodologi untuk memahami corak dan stratifikasi dalam suatu kelompok masyarakat, yaitu dalam dunia ilmu pengetahuan, makna dari istilah pendekatan sama dengan metodologi, yaitu sudut pandang atau cara melihat atau memperlakukan sesuatu yang menjadi perhatian atau masalah yang dikaji.[21] Selain itu, makna metodologi juga mencakup berbagai teknik yang digunakan untuk memperlakukan penelitian atau pengumpulan data sesuai dengan cara melihat dan memperlakukan sesuatu permasalahan atau teknik-teknik penelitian yang sesuai dengan pendekatan tersebut.
Kegunaan yang berkelanjutan ini adalah untuk dapat mengarahkan dan menambah keyakinan-keyakinan ke-Islaman yang dimiliki oleh kelompok masyarakat tersebut sesuai dengan ajaran agama Islam tanpa menimbulkan gejolak dan tantangan antara sesama kelompok masyarakat. Seterusnya melalui pendekatan sosiologi ini dalam studi Islam, diharapkan pemeluk agama Islam dapat lebih toleran terhadap berbagai aspek perbedaan budaya lokal dengan ajaran agama Islam itu sendiri.
Melalui pendekatan sosiologi sebagaimana tersebut diatas terlihat dengan jelas hubungan agama Islam dengan berbagai masalah sosial dalam kehidupan kelompok masyarakat, dan dengan itu pula agama Islam terlihat akrab fungsional dengan berbagai fenomena kehidupan sosial  masyarakat.
Pendekatan sosiologi seperti itu diperlukan adanya, sebab banyak hal yang dibicarakan agama  hanya bisa dijelaskan dengan tuntas melalui pendekatan sosiologi. Misalnya; fungsi kata permintaan maaf pada masyarakat yang kerap terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan dapat diselesaikan dengan pendekatan sosiologi.  Dengan demikian pendekatan sosiologi sangat dibutuhkan dalam memahami ajaran agama, karena dalam ajaran agama tersebut terdapat uraian dan informasi yang dapat dijelaskan dengan bantuan ilmu sosiologi dan cabang-cabangnya.
Dari sisi lain terdapat pula signifikasi pendekatan Islam dalam sosiologi, salah satunya adalah dapat memahami fenomena sosial yang berkenaan dengan ibadah dan muamalat. Pentingnya pendekatan sosiologis  dalam memahami agama dapat dipahami karena banyak sekali ajaran agama yang berkaitan dengan masalah sosial. Besarnya perhatian agama terhadap masalah sosial ini, selanjutnya mendorong agamawan memahami ilmu-ilmu sosial sebagai alat  memahami agamanya. Dalam bukunya yang berjudul Islam alternatif. Jalaluddin Rahmat telah menunjukkan betapa besarnya perhatian agama yang dalam hal ini adalah Islam terhadap masalah sosial, dengan mengajukan lima alasan.[22] Sebagai berikut. :
Pertama dalam al-Qur’an atau kitab hadits, proporsi terbesar kedua sumber hukum Islam itu berkenaan dengan urusan muamalah. Sedangkan menurut Ayatullah Khoemeini dalam bukunya al-Hukumah al-Islamiyah  yang dikutip oleh Jalaluddin Rahmat dikemukakan bahwa perbandingan antara ayat-ayat ibadah dan ayat-ayat yang menyangkut kehidupan sosial adalah satu berbanding seratus. Artinya untuk satu ayat ibadah, ada seratus ayat muamalah ( masalah sosial).
Kedua bahwa ditekankannya masalah muamalah atau sosial dalam Islam ialah adanya kenyataan bahwa bila urusan ibadah bersamaan waktunya dengan urusan muamalah yang penting, maka ibadah boleh diperpendek atau ditangguhkan (bukan ditinggalkan) melainkan tetap dikerjakan sebagaimana mestinya.
Ketiga bahwa ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diberi ganjaran lebih besar dari ibadah yang bersifat perseorangan. Karena itu shalat yang dilakukan secara berjamaah dinilai lebih tinggi nilainya daripada shalat yang dikerjakan sendirian dengan ukuran satu berbanding dua puluh tujuh derajat.
Keempat dalam Islam terdapat ketentuan bila urusan ibadah dilakukan tidak sempurna atau batal, karena melanggar pantangan tertentu, maka kifaratnya ialah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan masalah sosial. Bila puasa tidak mampu dilakukan misalnya, maka jalan keluarnya ; dengan membayar fidyah dalam bentuk memberi makan bagi orang miskin.
Kelima dalam Islam terdapat ajaran bahwa amal baik dalam bidang kemasyarakatan mendapat ganjaran lebih besar dari pada ibadah sunnah. [23]  Demikian sebaliknya sosiologi memiliki kontribusi dalam bidang kemasyarakatan terutama bagi orang yang berbuat amal baik akan mendapatkan status sosial yang lebih tinggi ditengah-tengah masyarakat, secara langsung hal ini berhubungan dengan sosiologi.    
Berdasarkan pemahaman kelima alasan diatas, maka melalui pendekatan sosiologis, agama akan dapat dipahami dengan mudah, karena agama itu sendiri diturunkan untuk kepentingan sosial. Dalam al-Qur’an misalnya dijumpai ayat-ayat berkenaan dengan hubungan manusia dengan manusia lainnya, sebab-sebab yang menyebabkan terjadinya kemakmuran suatu bangsa dan sebab-sebab yang menyebabkan terjadinya kesengsaraan. Semua itu hanya baru dapat dijelaskan apabila yang memahaminya mengetahui sejarah sosial pada ajaran agama itu diturunkan.[24]
J. Kesimpulan
Beberapa objek pendekatan sosiologi yang digunakan oleh para sosiolog ternyata menghasilkan cara untuk memahami agama dengan mudah. Selain itu memang menurut beberapa sosiolog dan ahli metodologi studi-studi ke-Islaman bahwa agama Islam itu sendiri sangat mementingkan peranan aspek sosial dalam kehidupan beragama.
Karena objek sosiologi adalah masyarakat, maka ilmu ini sangat cepat berkembang dan bercabang kepada bidang-bidang keilmuan lainnya, sosiologi hukum, sosiologi perkotaan, sosiologi pedesaan, sastra dan lain sebagainya, dan tidak menutup kemungkinan  bahwa  cabang-cabang sosiologi akan bertambah.   
Kajian-kajian ke-Islaman yang menggunakan pendekatan sosiologi sangat menarik dan lebih dapat mendekatkan pemahaman terhadap universalitas ajaran Islam itu sendiri. Tetapi kajian-kajian tersebut masih membutuhkan uluran tangan sarjana-sarjana Islam untuk mengembangkannya.
Objek bahasan pendekatan sosiologi dalam studi Islam seperti dalam pembahasan makalah ini, terdapat tiga pendekatan utama sosiologi, yaitu : 1) pendekatan struktural–fungsional, 2) pendekatan konflik atau marxien dan 3) pendekatan interaksionisme–simbolis.


DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Syamsuddin. Agama dan Masyarakat. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.

Ali, A. Mukti. Ibnu Khaldun dan Asal-usul Sosiolog. Yogyakarta: Yayasan Nida,   1970.

al-Jawanisi, Abu al-Futuh Muhammad. Abu Raihan Muhammad Ibnu Ahmad al-    Biruni. al-Majlis a’la li al-Syu’al-Islamiyah. Kairo : 1967.

Bahreisi, Hussein. Hadits Bukhari-Muslim. Surabaya : Karya Utama, tt.

Ba-Yunus, Ilyas, Farid Ahmad. Islamic Sosiology; An Introduction. terj. Hamid     Basyaib. Bandung: Mizan, 1996.

MGMP, Tim. Sosiologi SUMUT. Sosiologi. Medan : Kurnia, 1999.

Nata, Abuddin. Metodelogi Studi Islam. Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2002.

O’dea, Thomas. The Sosiology of  Religion. terj. Tim Yosogama. Jakarta:    RajaGrafindo Persada, 1995.

Rahmat, Jalaluddin. Islam alternatif. Bandung : Mizan, 1986.

Ridwan, Deden. (ed). Tradisi Baru Penelitian Agama Islam Tinjauan Antar Disiplin          Ilmu. Bandung: Nuansa, 2001.

Sihombing, Baharuddin dan Buyung Ali. Metode Studi Islam. Bandung: Cita Pustaka        Media, 2005.

Sanderson, Stepen. Sosiologi Makro. edisi Indonesia. Hotman M. Siahaan. Jakarta:            Raja Grafindo Persada, 1995.

Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Rajawali, 1987.

Sucipto, Hery. Ensiklopedi Tokoh Islam. Bandung : Mizan 2003.

Syani, Abdul.  Sosiologi dan Perubahan Masyarakat.  Lampung : Pustaka Jaya, 1995.

Werren, Joseph Roucek, Rolan. Sosiologi An Introduction. terj. Sehat Simamora.    Jakarta: PT. Bina Aksara, 1984.





 

 


[1]Abuddin Nata, Metodelogi Studi Islam (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002), h. 39.
[2]Abdul Syani,  Sosiologi Dan Perubahan Masyarakat  (Lampung: Pustaka Jaya, 1995) h. 2.
[3]Tim MGMP, Sosiologi SUMUT, Sosiologi (Medan : Kurnia, 1999) h. 3.
[4]Steven Sanderson, Sosiologi Makro, terj. Sahat Simamora, (Jakarta : Bina Aksara, 1984), h. 253.
[5]Stepen Sanderson, Sosiologi Makro, edisi Indonesia, Hotman M. Siahaan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), h. 2.
[6]Joseph Roucek dan Rolan Werren, Sosiologi An Introduction, terj. Sehat Simamora, (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1984), h. 253.
[7]Ilyas Ba-Yunus Farid Ahmad, Islamic Sosiology; An Introduction, terj. Hamid Basyaib, (Bandung: Mizan, 1996), h. 20 - 24.
[8]Ibid., h. 22.
[9]Ibid., h. 25.
[10]Thomas O’dea, The Sosiology of  Religion, terj. Tim Yosogama, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1995), h. 2.
[11]Ibid., h. 3.
[12]Ia lahir di Tunisia pada tanggal 1 Ramadhan 732 H (27 Mei 1332 M). Dia adalah Wali al Din Abd Rahman, anak Muhammad, anak Muhammad, anak Muhammad, anak al Hasan, anak Jabir, anak Muhammad, anak Ibrahim, anak Abd al Rahman Ibn Khaldun, A. Mukti Ali, Ibnu Khaldun dan Asal-usul Sosiolog (Yogyakarta: Yayasan Nida, 1970), h. 12.
[13]Syamsuddin Abdullah, Agama dan Masyarakat (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 60.
[14]Abu al-Futuh Muhammad al-Jawanisi, Abu Raihan Muhammad Ibnu Ahmad al-Biruni, al-Majlis a’la li al-Syu’al-Islamiyah, (Kairo : 1967) h. 24.
[15]Hery Sucipto, Ensiklopedi Tokoh Islam (Bandung: Mizan 2003) h. 69.
[16]Ibid., h.302
[17]Ibid., h. 173
[18]Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta : Rajawali, 1987), h. 368–375.
[19]Ilyas Ba-Yunus, Islamic Sosiology; An Introduction, h. 29.
[20]Ibid., h. 30.
[21]M. Deden Ridwan, (ed), Tradisi Baru Penelitian Agama Islam Tinjauan Antar Disiplin Ilmu (Bandung: Nuansa, 2001), h. 180. Lihat juga: Baharuddin Sihombing, dan Buyung Ali, Metode Studi Islam (Bandung: Cita Pustaka Media, 2005), h. 186-187.
[22]Jalaluddin Rahmat, Islam alternatif (Bandung : Mizan, 1986), h.. 48.
[23]Hussein Bahreisi, Hadits Bukhari-Muslim (Surabaya : Karya Utama, tth), h. 160.
[24]Abuddin Nata, Metodelogi Studi Islam, h. 42.