Jumat, 18 November 2011

PEMIKIRAN PENDIDIKAN IBNU SINA


PEMIKIRAN PENDIDIKAN IBNU SINA
Oleh : Rahmat Lubis

Ibnu Sina bernama yang meiliki lengkap Abu Ali Al-Husain bin Abdullah bin Sina Ia dilahirkanTahun 370 H/ 980 M di Afshana, sebuah kota kecil dekat Bukhara, sekarang wilayah Uzbekistan (bagian dari Persia). Ketika lahir ayahnya menjabat Gubernur di salah satu pemukiman Nuh ibnu Mansur (Sekarang wilayah Afganistan).
 Ibn Sina memiliki kepintaran dan ingatan luar biasa. Sejak kecil, banyak orang yang mengaguminya, sebab ia adalah seorang anak yang luar biasa kepandaiannya, bahkan pada usia 10 tahun telah hafal al-Qur'an seluruhnya.dan pada usia 17 tahun, ia telah memahami seluruh teori kedokteran.
Karena kepintarannya ia diangkat sebagai konsultan dokter-dokter praktisi. ini terjadi setelah ia berhasil mengobati Pangeran Nuh ibn Manshur, karena tidak seorang pun yang dapat menyembuhkannya. Dan ia diberi kebebasan belajar di perpustakaan istana karena hal tersebut. Ia juga pernah jadi menteri oleh Sultan Syams al-Daulah yang berkuasa di Hamdan.
Usia yang relatif muda ia memperoleh predikat sebagai seorang fisikawan di usia 18 tahun, dan menemukan bahwa Kedokteran tidaklah ilmu yang sulit ataupun menjengkelkan, seperti matematika dan metafisika, Di antara guru yang mendidiknya adalah Abu 'Abd Allah al-Natili dan Isma'il sang Zahid. Karena kejeniusannya, sampai-sampai ia mampu melampaui ilmu gurunya.
Sebagai pemikir ulung Ibnu Sina tidaklah terlepas dari cobaan yang menimpanya. Tatkala perpustakaan istana terbakar, musuh-musuhnya menuduh Ibn Sina yang membakarnya supaya orang tidak bisa menguasai ilmu yang ada di sana, kecuali Ibn Sina sendiri sehingga ia tidak tertandingi. Bahkan ia sempat dipenjarakan Putra Al-Syam al-daulah karena kedengkiannya, yang akhirnya ia melarikan diri ke Isfahan, dan dikota inilah ia menjalani kiprahnya sebagai seorang intelektual.
Ibnu Sina wafat pada usia 58 tahun, tepatnya pada tahun 1037 M di Hamadan, Iran, karena penyakit maag yang kronis. Beliau wafat ketika sedang mengajar di sebuah sekolah.





A.    Pemikiran Pendidikan Islam Ibn Sina

1.      Hakikat Manusia
Dalam pemikiran ibnu sina, Secara garis besar, manusia terdiri dari unsur jasmani dan rohani. Keduanya mesti dikombinasikan. Namun dalam kajian filsafat, unsur rohani atau jiwa mendapat perhatian lebih karena dianggap sebagai hakikat manusia yang sesungguhnya.
Demikian halnya dengan Ibn Sina, meskipun ia sebagai seorang dokter yang mengkaji tentang organ tubuh manusia secara jasmani, tetapi ia juga memiliki pemikiran yang unik tentang jiwa.
Ibnu Sina berpendapat bahwa akal pertama mempunyai dua sifat yaitu:
a.       Sifat wajib wujudnya, sebagai pancaran dari Allah (Wajib al Wujud li ghairihi), dan
b.      Sifat mungkin wujudnya jika ditinjau dari hakikat dirinya
Ibnu sina juga berpendapat bahwa ada tiga obyek pemikiran manusia. yaitu Tuhan, dirinya sebagai wajib wujudnya dan dirinya sebagai mungkin wujudnya. Dari pemikiran tentang Tuhan timbul akal-akal, dari pemikiran tentang dirinya sebagai wujudnya timbul jiwa-jiwa dan dari pemikiran tentang dirinya sebagai mungkin wujudnya timbul langit-langit.
Ibnu Sina membagi Jiwa dalam tiga bagian, yaitu jiwa tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia. Hal ini sesuai dengan konsep al-Qur'an. Bahwa pembagian jiwa adalah:
1. Jiwa tumbuh-tumbuhan (Nabatiyyah).
2. Jiwa binatang (Hayawaniyyah),
3. Jiwa manusia (insaniyah), disebut juga al-nafs al-nathiqat, mempunyai dua daya, yaitu:
a. daya praktis {al-'amilat), hubungannya dengan jasad.
b. daya teoretis {al-'alimat) hubungannya dengan hal-hal yang abstrak.
Ibnu sina dalam konsepnya tentang pendidikan yang mengutamakan pendidikan jiwa. Meskipun antara jasad dengan jiwa juga memiliki hubungan yang erat dimana antara keduanya saling mempengaruhi dan membantu. Jasad adalah tempat bagi jiwa. Dengan kata lain jasad adalah syarat mutlak bagi adanya jiwa. Karenanya, manusia juga harus memelihara jasad sehingga dibutuhkan pula adanya pendidikan jasmani yang baik.


2.      Tujuan Pendidikan
Ibnu Sina berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah "pendidikan harus diarahkan pada pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang ke arah perkembangannya yang sempuma, yaitu perkembangan fisik, intelektual dan budi pekerti."
Selain itu tujuan pendidikan menurut Ibn Sina harus diarahkan pada upaya mempersiapkan seseeorang agar dapat hidup di masyarakat secara bersama-sama dengan melakukan pekerjaan atau keahlian yang dipilihnya sesuai dengan bakat, kesiapan, kecenderungan dan potensi yang dimilikinya.
Pendidikan yang bersifat jasmani, Ibn Sina berpendapat tujuan pendidikan tidak melupakan pembinaan fisik. seperti olahraga, makan, minum, tidur dan menjaga kebersihan. Sedangkan tujuan pendidikan yang bersifat keterampilan ditujukan adalah menyiapkan tenaga professional. Dan juga memberikan pendidikan budi pekerti (akhlak) agar ada kepaduan antara keterampilan dengan budi pekerti.
3. Kurikulum
Ibn Sina juga menyinggung tentang beberapa ilmu yang perlu dipelajari dan dikuasai oleh seorang anak didik. Menurut Ibn Sina kurikulum harus didasarkan kepada tingkat perkembangan usia anak didik, yaitu fase 3-5 tahun, 6-14 tahun, dan di atas 14 tahun.
a.      Usia 3 sampai 5 tahun
Menurut Ibn Sina, diusia ini perlu diberikan mata pelajaran olah raga, budi pekerti, kebersihan, seni suara, dan kesenian.
b.      Usia 6 sampai 14 tahun
Selanjutnya kurikulum untuk anak usia 6 sampai 14 tahun menurut Ibn Sina adalah mencakup pelajaran membaca dan menghafal Al-Qur'an, pelajaran agama, pelajaran sya'ir, dan pelajaran olahraga.
c.       Usia 14 tahun ke atas
Pelajaran yang harus diberikan pada anak usia 14 tahun ke atas menurut ibnu sina amat banyak jumlahnya, namun pelararan tersebut perlu dipilih sesuai dengan bakat dan minat si anak.
3. Metode
Metode yang ditawarkan Ibn Sina adalah metode talqin, demonstrasi, pembiasaan dan teladan, diskusi, magang, dan penugasan.
a)      Metode talqin
Metode talqin perlu digunakan dalam mengajarkan membaca al-Qur'an,
b)      Metode demonstrasi
Menurut Ibn Sina, metode demonstrasi dapat digunakan dalam pembelajaran yang bersifat praktik, seperti cara mengajar menulis.
c)      Metode pembiasaan dan keteladanan
Ibn Sina berpendapat bahwa pembiasaan adalah termasuk salah satu metode pengajaran yang paling efektif, khususnya dalam mengajarkan akhlak.
d)      Metode diskusi
Metode diskusi dapat dilakukan dengan cara penyajian pelajaran di mana siswa di hadapkan kepada suatu masalah yang dapat berupa pertanyaan yang bersifat problematis untuk dibahas dan dipecahkan bersama. Ibn Sina mempergunakan metode ini untuk mengajarkan pengetahuan yang bersifat rasional dan teoretis.
e)      Metode magang
Ibn Sina telah menggunakan metode ini dalam kegiatan pengajaran yang dilakukannya. Para murid Ibn Sina yang mempelajari ilmu kedokteran dianjurkan agar menggabungkan teori dan praktek.
f)        Metode penugasan
Metode penugasan ini pernah dilakukan oleh Ibn Sina dengan menyusun sejumlah modul atau naskah kemudian menyampaikannya kepada para muridnya untuk dipelajarinya.
g)      Metode targhib dan tarhib
Targhib atau ganjaran, hadiah, penghargaan ataupun imbalan sebagai motivasi yang baik.
4.Konsep Guru
Adapun pemikiran ibnu sina mengenai guru yang baik adalah guru yang cerdas, beragama, mengetahui cara mendidik akhlak, cakap dalam mendidik anak, berpenampilan tenang, jauh dari berolok-olok dan main-main di hadapan muridnya, tidak bermuka masam, sopan santun, bersih dan suci murni.
Kemudian seorang guru menurut ibnu sina sebaiknya dari kaum pria yang terhormat dan menonjol budi pekertinya, cerdas, teliti, sabar, telaten dalam membimbing anak-anak, adil, hemat dalam penggunaan waktu, gemar bergaul dengan anak-anak, tidak keras hati dan senantiasa menghias diri.
Penulis Adalah : Mahasiswa Program Pasca Sarjana IAIN-SU Medan Konsentrasi Pendidikan Islam

Minggu, 13 November 2011

Islam di Asia Tengah


Oleh: Rahmat Lubis, PPS IAIN Sumut 

PENDAHULUAN
Berbicara Sejarah Islam di Asia Tengah, kita akan melihat bagaimana pergolakan yang di alami ummat islam yang penuh penuh liku-liku. Bangsa Mongol yang identik dengan kekerasan, peperangan yang dikenal tidak memiliki peradaban. Bangkit dengan menyerang habis-habisan terhadap kawasan Negara-negara islam.
Kematangan dan kesiapan pasukan yang terlatih, mereka berhasil menguasai hampir seluruh kawasan Asia Tengah, sebahagian kawasan Afrika bahkan sampai bagian timur kawasan Eropa. Dalam catatan sejarah mereka kerap menaklukkan satu Negara dengan Invasi yang bringas. Mereka menghancurkan segala apa yang ada dinegeri taklukan, bangunan-bangunan mereka hancurkan.
Jatuhnya Khalifah Abbasiyah merupakan pusat peradaban islam ketika itu dapat dikatakan puncak keberhasilan mongol membantai habis kekuatan islam. dan sebagai awal kemunduran islam. Namun yang unik adalah ketika akhirnya bangsa mongol meleburkan diri menjadi masyarakat muslim dan mereka menjadi pembela muslim yang sejati.
Maka dalam makalah ini akan diulas bagaimana perjalanan awal bangsa mongol, penyerangan bangsa mongol terhadap islam, dan islamnya bangsa mongol. Serta Kerajaan-kerajaan Islam pasca mongol seperti Dinasti Ilkhan dan Changtai.

PEMBAHASAN
A.    Islam di Asia Tengah
Perkembangan Islam di Asia Tengah berkaitan erat dengan perkembangan peradaban Islam di Iran-irak, Islam pertama kali tersebar ke wilayah ini sebagai akibat dari penaklukan arab terhadap Iran dan Transoxania dan perpindahan kalangan pedagang muslim dan kaum sufi dari wilayah perkotaan ke wilayah padang rumput. Kedua wilayah tersebut juga berhubungan melalui migrasi Turki pada abad kesepuluh sampai abad empatbelas yang mengantarkan bangsa Asia Tengah ke Iran, dan mengantarkan kultur kerajaan Iran dan peradaban Islam ke Asia Tengah.[1]
Hubungan antara Iran dan Asia tengah makin kuat pasca invasi bangsa mongol. Pada abad tigabelas masyarakat mongol non muslim mendirikan pemerintahan mereka diseluruh wilayah Asia Tengah, sebagian besar wilayah Timur Tengah dan Cina. Atas penaklukan tersebut secara otomatis memperluas wilayah Asia Tengah dalam berhubungan dengan Timur Tengah.
Dengan adanya hubungan tersebut diatas islam dikenal di Asia Tengah dan lambat laun menjadi Islam menjadi sebuah keyakinan yang popular, namun tidak menjadi basis organisasi keagamaan, namun di Kasghar, keluarga para sufi sampai juga menjalankan roda pemerintahan. Dalam skala yang lebih besar masyarakat urban seperti di Transoxania, organisasi kenegaraan masyarakat islam tipe timur tengah berkembang. 

B.     Sejarah Bangsa Mongol
Bangsa Mongol berasal dari daerah pegunungan Mongolia, yang membentang dari asia tengah sampai ke Siberia utara, Tibet Selatan dan Manchuria barat serta Turkistan Timur. Nenek moyang mereka bernama Alanja Khan, yang mempunyai dua putra kembar, Tatar dan Mongol, kedua putra ini melahirkan dua suku bangsa besar, Mongol dan Tartar. Mongol mempunyai anak bernama Ilkhan, yang melahirkan keturunan pemimpin bangsa mongol dikemudian hari.[2]
Bangsa mongol memiliki kehidupan yang sederhana, mereka hidup berpindah-pindah dari tempat yang satu dengan yang lain dengan mendirikan kemah-kemah. pekerjaan mereka mengembala kambing dan berburu. Mereka juga melaksanakan perdagangan tradisional dengan mempertukarkan kulit binatang dengan binatang yang lain, baik dengan sesame mereka maupaun dengan bangsa turki dan cina yang menjadi tetangga mereka.
Mayoritas mereka penyembah berhala dan penyembah kekuatan-kekuatan ghaib seperti jin dan syetan. Dikalangan mereka menganut faham hedonism (paham serba boleh), dengan memperbuat apa yang mereka sukai dan mereka inginkan. Pada peperangan mereka sangat tragis, kejam, suka khianat dan melanggar perjanjiian dan juga suka berperang serta merampas harta benda musuh untuk bekal mereka. Namun bangsa mongol ini sangat patuh terhadap pimpinan mereka.

C.    Dinasti Mongol
Pemimpin atau Khan yang pertama pada Dinasti Mongol yang diketahui dalam sejarah adalah Yesugei (w. 1175),[3] ia adalah ayah dari Changgis atau Jengis yang bernama asli Temujin seorang pandai besi yang mencuat namanya karena memenangkan perselisihan dengan Ong Khan atau Togril, seorang kepala suku Kereyt.
Changgis adalah gelar yang diberikan bagi Temujin setelah diadakan siding oleh kepala-kepala suku mongol yang mengangkatnya sebagai pemimpin tertinggi bangsa itu pada tahun 1206, atau disebut juga dengan Jengis Khan/ raja yang agung, ketika ia berumur 44 Tahun.[4]
Kemajuan Bangsa Mongol secara besar-besaran pada masa Yasugai Khan, yang mana ia berhasil menyatukan 13 kelompok suku yang ada pada waktu itu. Setelah Yasugi meninggal, ia digantikan oleh anaknya Timujin yang masih berusia 13 Tahun tampil sebagai pemimpin, dalam waktu 30 Tahun ia berhasil memperkuat angkatan perangnya dengan menyatukan bangsa mongol dengan bangsa lain sehingga menjadi pasukan yang tangguh dan teratur. Kemudian ia mendapat gelar Jengis Khan (Raja Yang perkasa).[5]
Setelah diangkat jadi pemimpin, Jengis Khan atau Changgis alias Temujin membuat konstitusi yang disebutnya dengan Alyasak atau Alyasah, Isi undang-undang tersebut antara lain hukum mati bagi siapa yang berbuat perzinaan, sengaja berbuat bohong, melaksanakan magik, mata-mata, membantu salah satu  dari dua orang yang berselisih, memberi makan atau pakaian kepada tawanan perang tanpa izin, dan bagi yang gagal melaporkan budak belian yang melarikan diri juga dikenakan hukuman mati.
Dalam undang undang tersebut juga diatur kesamaan kewajiban antara laki-laki dan perempuan dalam kemiliteran, pasukan perang dibagi kepada beberapa kelompok besar kecil, tiap-tiap kelompok dipimpin oleh seorang komandan. Sehingga dengan dijalankannya undang-undang tersebut bangsa mongol memilki pasukan militer yang tangguh dan teratur.
Pada masa Jengis Khan ini ternyata Islam telah memasuki wilayahnya, sehingga dalam konstitusi yang ia buat juga mengatur tentang kehidupan beragama yang mana ia melarang untuk berbuat yang merugikan antara pemeluk agama, ia melarang penyerbuan terhadap agama atau sekte. Ia juga membebaskan pajak terhadap keluarga Nabi Muhammad SAW, para penghapal Al-Qur’an, ulama, Tabib, dan Muazzin.
Namun hal ini dilakukan Jengis Khan adalah siasat untuk mengambil hati kaum muslimin dan sebagai landasan yang kokoh bagi bangsanya untuk menghadapi tantangan dari luar dan rencana memperluas kekuasaan keluar wilayahnya. Baik ke cina maupun ke negeri-negeri Islam.
Setelah pasukan perangnya terorganisir dengan baik, Jengis Khan mulai memperluas kekuasaannya dengan penaklukan. Dan Kerajaan Cina adalah sasaran pertama, dan mereka berhasil menduduki Peking/Beijing tahun 1215 M. setelah itu barulah mereka mengarahkan sasaran ke negeri–negeri yang dikuasai islam. Pada tahun 1218 M mereka menyerang wilayah Islam yaitu Khawarizm. Invasi ini dilatar belakangi oleh pemimpin khawarizm yang membunuh utusan para utusan Changgis yang disertai oleh saudagar muslim. Akhirnya mereka menyerbu wilayah islam tersebut, namun mendapat perlawanan berat dari penguasa Khawarizm Sultan Ala Al-din, pertempuran ini berjalan imbang akhirnya mereka kembali kenegara masing-masing.
      Sekitar Sepuluh Tahun kemudian mereka kembali masuk ke Bukhara, Hamazhan, Quswain dan sampai perbatasan irak. Di Ibukota Khawarizm mereka kembali mendapat penyerangan dari Sultan Ala Al-Din dan berhasil menguasai Transoxania yang merupakan wilayah Khawariz pada tahun 1219.
Kota Bukhara di Samarkand yang terdapat makam Imam Bukhari, salah seorang perawi hadits yang termasyhur dihancurkan. Balk dan kota-kota lain yang memiliki peradaban islam yang tinggi tidak luput dari penghancuran. Jalaluddin penguasa Khawarizm berusaha meminta bantuan kepada Khalifah abbasiyah di Baghdad. Namun pergolakan yang terjadi semakin ruwet dan pada tahun 1220 Ala Al-Din tewas, dan digantikan putranya Jalal Al-Din yang kemudian lari ke India karena terdesak pertempuran di Attock tahun 1224 M. disana pasukan mongol terus ke Azerbaizan.[6]
Pada saat kondisinya mulai lemah, Jengis Khan membagi wilayahnya kepada empat putranya, yaitu Juchi, Chagatai, ogotai dan Tuli. Yang bertujuan untuk terciptanya administrasi yang kokoh. Namun yang terjadi malah sebaliknya, pembagian wilayah tersebut malah mengundang pertempuran dikalangan keturunan jenggis khan. Mereka saling bermusuhan untuk menguasai warisan jenggis kahan, yang akhirnya lahirnya beberapa Negara mandiri.
Negara-negara tersebut meliputi beberapa rezim Mongol di Mongolian dan Cina, ‘Golden Horde” diwilayah padang rumput utara, Changhatay Khanate di Transoxania dan Turkistan Timur dan Rezim Ilkhan di Iran dan Anatolia.[7]

D.    Dinasti Chaghtai
Pasca Jengis Khan membagi wilayah kekuasaannya kepada empat putranya. Chagatai (1227-1241) berkuasa disekitar Transoxania. Namun ia masih berusaha menguasai daerah yang pernah ditaklukkan ayahnya yaitu daerah-daerah yang dikuasai oleh ummat islam, termasuk daerah Bukhara dan sekitarnya yang dikuasai oleh Jalal Al-Din Putra dari sultan Al-Din, berusaha melakukan perlawanan namun kekuatan Khawarizm tidak sekuat masa ayahnya, akhirnya Jalal Al-Din pun melarikan kesebuah daerah pegunungan dan terbunuh. Kematiannya tersebut otomatis mebuat daerah yang dikuasai Khawarizm jatuh pada dinasti Changtai.
Setelah Changtai meninggal, maka ia digantikan oleh cucunya yang bernama Kara Hulegu, namun ia dipecat oleh Khan Agung dan digantikan oleh putra Changtai Ishu Mongki (1241-1248). Karena ia terlibat penggulingan Khan Agung, maka ia dipecatnya. Selanjutnya Kara Hulegu diangkat lagi menjadi penguasa Transoxania pada 1251 M.[8] Namun pada tahun itu pula Kara Hulegu mendadak mati dan diganti oleh istrinya Orghana menjalankan tugas suaminya. Orghana sangat prihatin dengan islam, bahkan sebagian sejarawan berpendapat ia adalah seorang muslim.
            Setelah Orghana, puteranya yang bernama Mubarak Shah menjadi penguasa (1266) dan muslim pertama memerintah pada dinasti ini dan dialah penguasa mongol yang memakai nama Islam. Pada tahun itu pula ia digulingkan oleh pamannya sendiri Buraq Khan. Setelah Buraq Khan meninggal dunia (1271) Nikopai menjadi penguasa, kemudian Buka Timur, pada tahun 1282 anak dari Buraq Khan yang bernama dua Khan naik jadi penguasa yang mana sampai tiga pemimpin berikutnya adalah anak dari Dua Khan. Yaitu, Ishen Buka (1309-1318), Khan Kabak (1318-1326) dan Tarmashirin (1336-1334).[9]
            Pada masa kepemimpinan Ishen Buka (1309-1318), Trannsoxania diserang oleh khan Agung, istana changtai dihancurkan, maka pada masa khan Kabak (1318-1326) ibukota pindah ke tepi sungai Ma Wara al-Nahar, dan ia adalah penguasa changtai yang adil yang pertama kali berdiri sendiri, dan dia yang pertamakali menciptakan uang perak dengan nama “kabaki” kabak juga membangun istana yang popular adalah istana Nakh Baksh.
            Sepeninggal khan Kabak, saudaranya Tarmashirin yang masuk Islam dan mengganti namanya dengan Alauddin, Tarmashirin pernah menyerang india (1328) pada masa Muhammad Ibn Tughlaque (1325-1351) berkuasa di India, namun sebagian pendapat
sejarawan ia hanya meminta suaka politik setelah lengser dari jabatannya karena terjadi pemberontakan dinegaranya.
            Setelah era kepemimpinan Tarmashirin, Dinasti Changhtai pun sering mengalami pergantian kepemimpinan, dan pada tahun 1369 sebelum ditaklukkan oleh Timur Lank, Dinasti changhtai dipimpin oleh seorang raja yang berdarah campuran Amir Tughai, ayahnya berasal dari Turki sedangkan ibunya keturunan dari bangsa mongol. Atas penyerangan yang dilakukan Timur Lank pada dinasti changhtai dan dinasti lain yang jumlahnya mencapai 27 dinasti yang ada ketika itu, berakhirlah Dinasti ini.
Adapun Dinasti-dinasti Chaghtai secara turun temurun menurut M. Abdul Karim adalah sebagai berikut :
a. Kara Hulegu (1241-1248).
b. Ishu Mongguki (1248-1251).
c. Kara Hulegu (1251).
d. Orghana (Janda Kara) (1251-1266).[13]
e. Mubarak Syah (1266).[14]
f. Buraq Khan (1266-1271).
g. Nik Pay (1271).
h. Buka Timur (1282).
i. Dua Khan (1307)
j. Ishen Bukay (1309-1318).
k. Khan kabag (1318-1326).
l. Therma Shirrin (1326-1334).[15]
m. Sebanyak 17 orang Chaghatai berkuasa (1334-1369).
n. Tura (1364), boneka Timur Leng.
o. Timur Leng
E.     Dinasti Golden Horde
Pada masa Oghtai, terjadi penaklukan (1236-1237) besar-besaran terhadap lembah Sungai Vulgha dan Siberia. Di bawah kepemimpinan Batu, warga nomad Mongol dan Turki menaklukkan beberapa daerah di bagian utara laut Aral dan Caspia dan mendirikan ibukota mereka di sungai Volga. Dalam penyerbuan yang paling besar dalam sejarah dunia, The Golden Horde juga menaklukkan Rusia, Ukraina, Polandia Selatan, Hungaria dan Bulgaria dan membentuk sebuah imperium yang mengembangkan wilayahnya ke arah utara sampai wilayah hutan Rusia, kea rah selatan sampai ke laut Hitam dan Caucasus. Moskow merupakan wilayah kekuasaan boneka yang utama bagi rezim Golden Horde; sedang beberapa penguasa Rusia lainnya bertanggung jawab kepada Moskow untuk pembayaran pajak.
Bangsa Turki dan Mongol yang tengah mengadakan penaklukan tersebut segera mendapatkan sebuah identitas sejarah yang baru. Melalui pergaulan dengan warga taklukan, mereka terlibat dalam percakapan bahasa Turki “Tartar” dan akhirnya mereka memeluk agama Islam.
Di antara pemimpin Mongol pertama yang memeluk Islam ialah Barkha Khan (1256-1267), cucu Jengis Khan dari putranya Juchi Khan, yang menguasai Eropa timur dan tengah dan berkedudukan di Sarai, lembah Wolga. Dia dan para pengikutnya memeluk Islam pada tahun 1260 berkat dakwah para ulama sufi yang berada di daerah tersebut. Pada tahun itu juga Barkha mengirim ribuan tentaranya untuk membantu sultan Baybars di Mesir yang sedang menghadapi serangan Hulagu Khan dan tentara Salib. Dalam pertempuran di Ain Jalut pasukan Hulagu dapat dihancurkan. Sejak itu agama Islam berkembang pesat di lembah Wolga dan orang-orang Mongol yang bermukim di wilayah itu menyebut diri sebagai orang Kozak (Kystchak). Menurut Ibnu Katsir, Barkha Khan meninggal pada tahun 665 H dan digantikan oleh salah seorang dari keluarganya yang bernama Mankutmar Bin Tughan Bin Babu bin Tuli bin Jenghis khan.
Imperium Golden Horde mempertahankan kekuasaannya dari pertengahan Abad tigabelas sampai pertengahan abad limabelas, tetapi secara perlahan-lahan mengalami disintegrasi akibat tekanan ekspansi Utsmani (yang mengusir pihak Golden Horde dari wilayah Laut Tengah), dan kebangkitan Moskow, Moldavia, dan Lithuania. Demikian juga, dalam rentang abad empatbelas sampai abad enambelas, The Golden Horde terpecah menjadi sejumlah wilayah kekuasaan yang lebih kecil dan terpecah belah menjadi beberapa kelompok Tartar Crimea, Tartar Volga, etnis Uzbek dan Kazakh. Khan di Crimea, yang mengklaim sebagai keturunan jenghis Khan, memproklamirkan diri sebagai penguasa independen pada tahun 1441. Khan di Khazan, Astrakhan, dan Siberia juga membentuk wilayah sendiri yang otonom.

Di bawah ini adalah rangkaian Dinasti Golden Horde :

a. Batu (1237-1256), pendiri.
b. Berke (1256-1267).
c. Mongke Timur (1267-1280).
d. Tuda Mongke (1280-1287).
e. Tula Bugha (1287-1290).
f. Turcht (1290-1313).
g. Uzbeg Khan (1313-1340).
h. Jani Beg (1340-1357).
i. Birdi Beg (1357-1359).
j. Tokhtamis (1359-1404).
k. Idhikhu Khan (1404-1419).

Menjelang hancurnya Golden Horde, berdirilah beberapa dinasti Tatar yang merdeka di antaranya :

1. Dinasti Khazan (1437-1557), pendirinya Ulugh Muhammad Khan.
2. Austrakhan (1466-1556), pendirinya Qasim Khan anak Uluhg Muhammad Khan.
3. Cremia (1420-1783), pendirinya Tash-Timur dan Ghazi Girai.


F.     Dinasti Ilkhan di Baghdad
Setelah Hulagu khan cucu Jengis Khan menggantikan peran ayahnya Tuli, iapun mempersiapkan pasukan untuk menyerang habis kekuatan Khalifah Abbasiyyah yang tersisa. Dan inilah gelombang serangan kedua yang dilakukan bangsa mongol.
Pada tahun 656 H/1258, tentara mongol yang berkekuatan 200.000 orang tiba di salah satu pintu Baghdad, khalifah al’mu’tazhim , penguasa terakhir bani abbasiyyah betul-betul tidak mampu membendung kekuatan tentara Hulagu khan. Pada suasana semakin kritis, wazir khalifah abbasiyyah Ibn-Al-alqami ingin mengambil kesempatan menipu khalifah. Ia mengatakan pada khalifah, “saya telah menemui mereka untuk perjanjian damai. Hulagu khan ingin mengawinkan purinya dengan abu bakr, putra khalifah. Dengan demikian hulagu akan menjamin posisimu, ia tidak ingin sesuatu kecuali kepatuhan.[10]
Pada akhirnya , khalifahpun menerima usul itu, iapun berangkat menemui hulagu khan beserta beberapa orang dan disusul para ahli fiqh dan para pejabat dikerajaan. Khalifah membawa barang-barang berharga untuk diserahkan pada hulagu. Namun setibanya bertemu dengan hulagu khan, kabar yang disampaikan wazir tadi adalah berita bohong, mereka semua (Khalifah dan rombongan) dibunuh tentara hulagu khan, termasuk wazir sendiri.
Kota itu sendiri dijarah dan dibakar. Mayoritas penduduknya, termasuk keluarga khalifah dibantai habis. Mayat-mayat yang tidak dikubur dan bergeletakan dijalanan membuat hulagu mesti menarik diri dari kota ini selama beberapa hari. Mungkin dia bermaksud menggunakan Baghdad sebagai tempat kediamannya, sehingga ia tidak menghancurkan kota ini sebagaimana ia lakukan terhadap kota-kota lain.[11]
 Atas pembunuhan massal tersebut, hulagu dengan lantang meratakan Baghdad dengan tanah, bangunan-bangunan islam dihancurkan, pembantaian warga secara tragis terjadi besar-besaran. Mereka menyerbu semua daerah yang mereka lewati dan yang menghadang perjalanan mereka,
Maka inilah awal berdirinya dinasti Ilkhan di baghdad, dan Ilkhan adalah nama/ gelar yang diberikan kepada hulagu.[12] Dan iapun membangun pemerintahan dan kekuasaan mutlak di Baghdad selama dua tahun. Akan tetapi dibawah rezim Ilkhan atau Hulagu, Baghdad diturunkan posisinya menjadi ibukota provinsi dengan Iraq Al-Arabi, Hulagu lebih menyukai warga Kristen, dalam masa damai, ia lebih suka tinggal di Maraghah (Azerbaijan), sebelah timur Danau Urmiyah, yang memiliki sejumlah bangunan yang megah, termasuk perpustakaan termasyhur dan observatorium yang ia dirikan.[13] 
 Daerah kekuasaannya meliputi, asia kecil di barat dan india di Timur. Dengan demikian ummat islam dipimpin oleh seorang raja yang beragama syamanism. Dalam waktu yang relative singkat,  Rezim ilkhan di Baghdad sangat mudah menyatu dengan berbagai kalangan, mereka bergaul dengan masyarakat lokal. Kalangan elit diperkotaan yang didukung pendidikan dan kekuatan sosial mereka rangkul. Mereka bahkan diberikan jabatan-jabatan dikerajaan. Petinggi kerajaan merangkul mereka untuk mendukung pembangunan administrasi kerajaan dengan baik, karena mereka memiliki dana dan lahan untuk dijadikan pembangunan kembali infrastruktur pasca peperangan.
Hulagu khan meninggal tahun 1265 M, dan digantikan anaknya abaga (1265-1284) yang beragama Kristen, dan pada raja yang ketiga Ahmad Taguder (1284) yang masuk agama Islam, namun ia ditentang oleh pembesar kerajaan, akhirnya ia ditangkap dan dibunuh oleh Arghun yang kemudian menjadi Raja (1284-1291 M)
Selain Taguder, raja dinasti Ilkhan yang beragama islam adalah raja yang ketujuh bernama Mahmud Ghazan (1295-1304), ia sebelumnya beragama Budha dan islam kembali merasakan kemerdekaan setelah dipimpin raja raja yang beragama Islam.
Pada masa Raja Ghazan sangat berbeda dengan sebelumnya, Ghazan mulai memperhatikan perkembangan peradaban. Ia seorang pelindung ilmu pengetahuan dan sastra.ia amat gemar dengan kesenian, terutama arsitektur dan ilmu pengetahuan alam seperti astronomi, kimia, mineralogy, metalurgi dan botani.[14]
Ghazan juga membangun perguruan tinggi untuk para mazhab syafi’i dan hanafi, sebagai tempat menimba ilmu pengetahuan. Dan membangun sarana pendukung seperti perpustakaan, ruang observasi dan gedung-gedung lainnya.
Ghazan akhirnya wafat dalam usia 32 Tahun dan digantikan oleh Muhammad Khudabanda Uljeitu (1304-1317) seorang penganut syiah yang ekstrim. Dan pada masa Pemerintahan abu said (1317-1335 M) terjadi bencana kelaparan dan hujan es dan angin topan. Akibat peristiwa ini kerajaan Ilkhan terpecah dan terjadi peperangan dikalangan mereka sendiri.
Akibat terpecahnya kerajaan Ilkhan ini, Timur lenk adalah Keturunan dari Menteri dan kerabat dari Jagatai putra Jenggis Khan yang bernama Taragai, Timur Lenk kembali menyerang pecahan kerajaan Ilkhan dan berhasil menguasainya.

G.    Kesimpulan
Pasca runtuhnya dinasti abbasiyyah di Baghdad setelah penyerangan bangsa mongol. Tidak ada lagi kerajaan yang menjadi tumpuan ummat islam yang sempat jaya, pada fase ini islam mengalami kekacauan yang sangat dahsyat akibat kekalahan perang dan politik.
            Kerajaan mamluk di mesir, walaupun tidak mengalami penyerbuan bangsa mongol, namun mendapat serangan dari pasukan salibiyah, di tambah sultan-sultan yang berkuasa pada dinasti mamluk bukan dari satu keturunan, secara praktis tidak sempat membangun, masa mongol ini merupakan masa perpecahan yang sangat parah dalam sejarah islam.
Pada masa mongol memiliki cirri-ciri antara lain:
1.      Berpindahnya pusat ilmu.

Pada masa abbasiyah ilmu pusat di kota bagdad, Bukhara, naisyabur, cordova perpindahan ke kawasan afrika dan timur tengah , yaitu kairo, iskandariyah, damaskus dsb



2.      Tumbuhnya ilmu-ilmu baru
Masa ini mulai sempurna ilmu sosiologi, filsafat tarikh dengan munculnya muqaddimah ibn kaldun sebagai kitab pertama. Dan mulai di susun ilmu politik, tata usaha, ilmu peperangan dan ilmu kritik sejarah

3.      Penyelewengan ilmu
Karena frustasi dengan kondisi banyak ummat islam yang hanya membahas tentang agama saja, sehingga lama-kelamaan jatuh ke lembah mistik dan khurafat.


DAFTAR PUSTAKA

Haiti K. Philip  Historis Of The Arabs, Jakarta: Pt. Serambi Ilmu Semesta, 2010
Hassan, Hassan, Ibrahim, Sejarah Kebudayaan Islam, Yogyakarta: Kota Kembang, 1989
Karim M. Abdul, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Book Publisher
Karim, M. Abdul, Islam di Asia Tengah; Sejarah Dinasti Mongol Islam, Bagaskara, Jogyakarta, 2006
Lapidus M. Ira, Sejarah Sosial Ummat Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999
Nasution, Harun, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, Jilid I, Jakarta: UI Press, 1985
Sunanto, Musyrifah, Sejarah Islam Klasik, Jakarta: Fajar Interpratama Offset, 2004
Supriyadi, Dedi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia), 2008
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), 2005







[1] Ira. M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), h. 637
[2] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), 2005, h. 111
[3] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia), 2008, h. 177
[4] Ibid, h. 178
[5] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam h. 112
[6] Jalal Al-Din Al-Sayuti, Tarikh Al-Khulafa’, (Beirut: Dar Al-Fikr, tt), h. 433
[7] Ira. M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam,, 434
[8] M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, h. 287
[9] Ibid, h. 288
[10] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam h. 114
[11] Philip K. Haiti, Historis Of The Arabs, Jakarta: Pt. Serambi Ilmu Semesta, 2010, h. 619
[12] Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, Jilid I, Jakarta: UI Press, 1985. h. 80
[13] Philip K. Haiti, Historis Of The Arabs, h. 621
[14] Hassan Ibrahim Hassan, Sejarah Kebudayaan Islam, Yogyakarta: Kota Kembang, 1989. h. 309